Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
OpiniParenting

Menghadapi Anak Tantrum

×

Menghadapi Anak Tantrum

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Afifah ‘Ainun Ni’mah, Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam Planet NUFO Rembang, Mahasiswa Pascasarjana Bimbingan Konseling Universitas Negeri Semarang (Unnes)

Tantrum adalah sebuah hal biasa yang menjadi makanan sehari-hari bagi orang tua dan juga guru yang memiliki anak. Utamanya mereka yang masih berusia dini atau biasa kita sapa balita. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa tantrum juga bisa terjadi pada usia yang telah lewat masa balita. Yuk kita bahas.

Example 300x600

Tantrum adalah ledakan emosi yang sering terjadi pada anak usia dini, terutama antara satu hingga lima tahun. Anak yang mengalami tantrum biasanya menunjukkan perilaku seperti menangis, menjerit, melempar barang, atau bahkan berguling di lantai. Tantrum terjadi karena anak belum mampu mengungkapkan perasaan dan keinginannya dengan kata-kata secara efektif. Meskipun tantrum adalah bagian dari perkembangan normal anak, cara orang dewasa meresponsnya sangat menentukan bagaimana anak belajar mengelola emosinya di masa depan.

Penyebab tantrum bisa bermacam-macam, mulai dari kelelahan, rasa lapar, keinginan yang tidak terpenuhi, atau frustrasi karena ketidakmampuan melakukan sesuatu. Selain itu, anak-anak yang belum memiliki keterampilan komunikasi yang baik lebih rentan mengalami tantrum karena mereka kesulitan menyampaikan apa yang mereka rasakan atau inginkan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Potegal dan Davidson (2003), tantrum adalah respons emosional yang muncul akibat aktivasi sistem limbik di otak, yang bertanggung jawab atas pengendalian emosi. Studi ini menunjukkan bahwa tantrum biasanya berlangsung dalam beberapa tahap, dimulai dengan kemarahan yang intens, seperti menjerit atau menendang, dan diakhiri dengan ekspresi kesedihan, seperti menangis atau merajuk. Pemahaman terhadap proses ini dapat membantu orang tua dan pendidik dalam mengelola tantrum dengan lebih efektif.

Cara menghadapi tantrum harus disesuaikan dengan usia anak dan tingkat keparahan emosinya. Salah satu pendekatan yang paling penting adalah tetap tenang. Reaksi emosional yang berlebihan dari orang dewasa justru dapat memperburuk tantrum. Orang tua dan guru sebaiknya mengamati anak dengan tenang dan memastikan bahwa tantrum yang terjadi tidak membahayakan dirinya atau orang lain. Selain itu, komunikasi yang penuh empati dapat membantu anak merasa dipahami. Menunjukkan pemahaman terhadap perasaannya, misalnya dengan mengatakan, “Ibu tahu kamu marah karena tidak bisa mendapatkan mainan itu, tapi sekarang bukan waktunya,” bisa membantu anak merasa didengar.

Selain itu, mengalihkan perhatian anak pada hal lain juga dapat menjadi strategi yang efektif. Misalnya, mengajaknya bermain atau melakukan aktivitas yang menyenangkan bisa membantu anak melupakan penyebab tantrumnya. Dalam jangka panjang, anak juga perlu diajarkan cara mengelola emosi dengan lebih baik. Teknik seperti latihan pernapasan dalam atau mengajarkan anak mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata dapat membantu mengurangi intensitas tantrum di masa depan. Konsistensi dalam memberikan aturan juga penting agar anak memahami batasan yang ada dan tidak menggunakan tantrum sebagai cara untuk mendapatkan sesuatu.

Di lingkungan sekolah, terutama dalam konsep pendidikan alternatif seperti Sekolah Alam, guru memiliki peran penting dalam membantu anak mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi. Penelitian oleh Denham et al. (2012) menunjukkan bahwa anak yang sejak dini diajarkan keterampilan regulasi emosi memiliki kemampuan sosial yang lebih baik di kemudian hari. Oleh karena itu, lingkungan pendidikan yang suportif dan memahami perkembangan emosional anak sangatlah penting.

Tantrum adalah bagian alami dari perkembangan anak, tetapi cara orang dewasa meresponsnya sangat memengaruhi pembelajaran emosional mereka. Dengan memahami penyebab tantrum dan menerapkan strategi yang tepat, baik di rumah maupun di sekolah, anak dapat belajar mengelola emosinya dengan lebih baik. Dengan pendekatan yang penuh kesabaran, konsistensi, dan kasih sayang, tantrum dapat diubah menjadi momen pembelajaran bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih tenang dan mandiri.

Oleh karena itu, sikap kita sebagai orang tua maupun guru harus penuh kesabaran, empati, dan konsistensi dalam mendampingi anak menghadapi emosinya. Kita perlu memahami bahwa tantrum bukan sekadar perilaku negatif, tetapi bagian dari proses belajar anak dalam mengenali dan mengelola perasaannya.

Dengan bersikap tenang, memberikan dukungan emosional, serta mengajarkan cara yang tepat dalam mengekspresikan perasaan, kita membantu anak tumbuh menjadi individu yang lebih mandiri dan mampu mengontrol emosinya dengan baik. Selain itu, menjaga komunikasi yang positif dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak akan semakin mendukung perkembangan emosional mereka di masa depan. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *