Oleh: Muhammad Aufal Fresky*)
Hidup adalah pilihan. Setiap dari kita memiliki kebebasan dan kesempatan yang sama untuk menjadi apa dan berbuat apa dalam hidup yang sebentar ini. Tidak satu pun manusia di dunia yang berhak mengatur-ngatur jalan hidup kita. Sebab, kitalah yang sebenarnya bertanggung jawab dalam hidup inii. Pikiran dan hati kita jangan sampai mudah diombang-ambingkan oleh lingkungan. Sebab, tidak selamanya lingkungan itu mendukung proses pengembangan diri kita.
Bisa-bisa yang terjadi justru mengkerdilkan impian besar yang telah lama kita canangkan. Dalam hal ini, kesetian pada nilai, prinsip, dan idealisme menjadi harga mutlak yang barangkali tidak bisa ditawar-tawar. Jangan sampai mudah digadaikan oleh keinginan sesaaat yang bisa menjebak dan melenakan. Apalagi, dalam perjalanan menuju mimpi tersebut kita akan dihadapkan pada ragam tantangan dan cobaan. Tidak mudah tentunya. Tiak ada jalan mulus dan instan. Semuanya butuh proses yang berdarah-darah.
Semisal, ketika ada seorang pemuda berkeinginan kuat untuk menjadi penulis hebat, maka mau tidak mau, suka tidak suka, dia harus menerima berbagai tantangannya. Termasuk ketika tulisan-tulisannya mendapatkan cibirian dan kritikan dari orang lain. Semua harus dihadapi dengan lapang dada dan semangat yang membara. Apalagi, pemuda tersebut tergolong baru dalam dunia tulis menulis. Tentu saja membutuhkan proses belajar dan berlatih secara terus menerus. Tidak pantang menyerah ketika tulisan-tulisanya ditolak oleh redaktur media masss. Energi menulisnya tidak boleh lekas padam. Harus selalu hidup dan menyala. Karena, pencapaian yang luar biasa itu menuntut proses yang luar biasa.
Lagian, mana ada seseorang yang tiba-tiba lahir menjadi penulis hebat. Sepengatahuan saya, penulis sekaliber apapun, pasti melalui proses yang tiada henti. Ada kalanya, rasa frustasi itu menghinggapi. Itu wajar-wajar saja. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan, apakah mentalitas kita keropos atau justru semakin kokoh? Itu kembali kepada kita selaku pejuang mimpi. Mentalitas untuk mewujudkan mimpi-mimpi menjadi kenyataan. Sehingga, pikiran seorang pemimpi selalu diselimuti dengan optimisme. Memandang kegagalan sebagai jalan memutar menuju kesukessan. Seperrti halnya pemuda tadi yang yang berkehendak menjadi penulis hebat, dia akan selalu berupaya mati-matian untuk mengasah kemampuannya di bidang tulis menulis.
Silakan tengok saja kisah-kisah orang sukses di dunia ini. Mereka yang telah mencapai puncak kejayaannya pasti pernah melewati kegetiran hidup. Pasti pernah merasakan kegundahan dalam jiwanya ketika proses mencapai impiannya tak kunjung berhasil. Hanya saja, mereka tidak pernah membiarkan pesimisme dan pikiran negatif itu menghantui har-harinya. Alih-alih menyerah, dia justru menjadikan kegagalan sebagai batu loncatan untu naik level. Bukan hanya itu, setiap saran dan kritikan dari orang ditampungnya dengan pikiran terbuka tanpa merasa dihakimi. Sehingga, lambat laun, mereka mampu merumuskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Memilih berhenti di saat menjumpai kesulitan merupakan ciri khas pemimpi yang tidak sanggup menanggung risiko. Padahal, setiap perjuangan itu membutuhkan pengorbanan. Entah itu berkoban tenaga, pikiran, harta, waktu, dan sebagainya. Semakin berat cobaannya, maka semakin tinggi pula peluang untuk meraih kesuksesan besar. Seperrti halnya semakin tinggi pohon menjulang, maka angin yang menerjang akan semakin kencang. Sehingga merupakan hal yang lumrah jika setiap pejuang mimpi itu selalu diliputi kesukaran, masalah, beban, dan cobaan. Karena penapaian yang besar itu tidak mungkin diraih oleh orang yang berjiwa kerdil. Artinya, hanya orang-orang yang berjiwa besar yang sanggup meraih itu semua. Nyalinya tidak gampang ciuut manakala targetnya meleset. Sebaliknya, dia justru semakin bersemangat untuk mencoba dan terus mencoba.
Tidak hanya itu, bermodalkan kekuatan keyakinan, doa, dan usaha, kita sebenarnya bisa melakukan dan meraih apapun dalam hidup ini. Hanya saja, kadang yang mejadi persoalan yaitu ketika kita mendambakan semuanya berjalan mulur, cepat, dan instan. Seolah enggan berpayah-payah di medan perjuangan. Padahal, sekali lagi, setiap impian besar itu membutuhkan usaha yang besar. Dan ketika semua hal telah dilakukan dengan maksimal, kita hanya tinggal menunggu hasilnya.
Jika masih belum sesuai dengan keinginan, maka percayalah ada skenario Tuhan yang jauh lebih indah. Jangan sampai ada perasaan jumawa dalam diri kita seolah-olah semua impian kita wajib tercapai. Padahal. manusia hanya bisa berusaha. Yang menentukan semuanya adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Bisa jadi, ketika impian belum tercapai, itu adalah cara Tuhan untuk mendewasakan kita. Bisa jadi itu adalah cara Tuhan untuk mengajar dan mendidik kita agar menjadi manusia yang sabat. Intinya, dalam proses menuju impian itu, kita mesti memiliki prasangka baik kepada Tuhan. Sebab, Tuhan yang mengatur alur hidup kita.
Terakhir, pesan saya untuk para pemimpi, khususnya pada diri saya selaku penulis, yaitu agar tidak fokus pada satu pintu yang tertutup. Tapi cobalah untuk membuka mata lebar-lebar dan perhatikan pintu-pintu lainnya yang masih terbuka lebar. Jadikan kegalalan sebagai dari proses mematangkan diri. Sebab itulah, jangan sampai terus menerus meratapi nasib. Berjalanlah terus. Bergeralkah dan berkaryalah tanpa henti. Cobalah visualiasi, afirmasi, dan repitisikan setiap impian seolah. Milikilah mentalitas “The Winner”. Dan jangan lupa, libatkan Allah dalam setiap perjalanan menuju mimpi-mimpi kita itu. Sebab, kita hanyalah manusia yang penu dengan keterbatasan. Kita hanya bisa berikhitar. Penentunya, sekali lagi, adalah Allah yang Maha Besar.
*) Penulis lepas


















