Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Curhat

Merasa Menang Ketika Lawan Debat Terpancing Emosi, Apakah Sebuah Kedewasaan?

×

Merasa Menang Ketika Lawan Debat Terpancing Emosi, Apakah Sebuah Kedewasaan?

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa

Kamu suka berdebat dengan temanmu? Dan ketika temanmu mulai terpancing emosi saat berdebat denganmu, apakah kamu merasa menang? Kemudian mencari validasi dari orang lain atas kemenangan perdebatan antara kamu dan temanmu? Setiap orang mempunyai pola pikir yang berbeda, dan setiap pola pikir yang berbeda, terdapat pendapat yang berbeda pula untuk dikemukakan. Ada yang lantang mengemukakan perbedaan pendapat tersebut dan ada pula yang hanya diam, memendam. Bukan karena takut, tapi kadang malas berdebat.

Example 300x600

Menjadi orang yang selalu mendengarkan saat teman sedang berdebat dengan teman yang lain membuat saya berpikir bahwa, perdebatan mereka tidak akan pernah ada ujungnya karena sama-sama mempertahankan ego masing-masing dan ketika salah satu terpancing emosinya, teman yang lain akan menganggap bahwa dirinya menang karena sudah berhasil menahan emosinya sendiri sedangkan lawan debatnya terpancing emosi.

Sebagai contoh, misalnya, si A dan si B berdebat tentang lubang sedotan itu ada satu atau dua. Si A menjawab bahwa sedotan itu lubangnya ada 2 sedangkan si B menganggap bahwa sedotan itu lubangnya ada 1. Mereka berdebat dengan mengemukakan pendapatnya masing-masing, sampai si A terpancing emosinya oleh si B. Kemudian si B merasa bahwa dia telah memenangkan perdebatan itu karena ia berhasil memancing perasaan marah dari si A.

Selanjutnya si B menekankan pendapatnya lagi dengan mencari validasi dari orang lain yang tidak ikut berdebat. Padahal, pendapat orang lain mungkin berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh si A maupun si B.Jadi, inti perdebatan mereka apa? Tidak ada. Mereka hanya ingin memenangkan pendapatnya masing-masing, bahkan bukan pendapatnya yang ingin dimenangkan, tetapi ego masing-masing. Siapa yang emosi duluan, dia yang kalah. Dan siapa yang bisa menahan emosinya, maka ia yang menang.

Saat saya tanya salah satu dari mereka, kenapa ketika bisa menahan emosi artinya bisa memenangkan suatu perdebatan, ia menjawab, “Karena itu bentuk kedewasaan, menjadi tenang dalam perdebatan berarti sebuah kedewasaan karena tidak terpancing emosi akan perbedaan pendapat, tidak terpancing emosi sama dengan menghargai perbedaan pendapat tersebut,” Katanya kala itu.

Saya merenung sampai menemukan sebuah kesimpulan, apakah kedewasaan itu adalah ketika kita berdebat, kita berada dalam posisi tenang? Iya. Mungkin salah satu syarat kedewasaan adalah menjadi tenang, tapi apakah mencari validasi setelah “memenangkan” perdebatan, merupakan sebuah kedewasaan? Tidak.

Dewasa itu, ketika kamu tidak suka telur, maka tidak perlu makan telur. Bukan malah berteriak telur itu amis di depan orang yang suka makan telur. Seperti halnya ketika berbeda pendapat, cukup kemukakan pendapatmu, bila ada yang berpikiran berbeda denganmu, maka kamu jangan membuat lawan bicaramu terpancing emosi atau kamu sendiri yang terpancing emosi, tapi temukan sebuah kesimpulan dari perbedaan pendapat kalian itu. Jangan pula merasa “menang” ketika perbedaan pendapat membuat salah satu dari kalian terpancing emosi.

Esensi berdebat itu adalah mempertemukan dua pendapat berbeda untuk menguji validitas dan rasionalitas masing-masing gagasan. Bukan untuk menunjukkan diri siapa yang menang dan siapa yang kalah. Kemudian yang menganggap dirinya “menang” dalam perdebatan itu merasa jumawa dan merasa pintar.

Perdebatan di antara pertemanan kan memang sering terjadi, kenapa saya terlalu serius menanggapinya? Bukan terlalu serius, hanya saja saya lelah mendengarkan 2 teman saya selalu berdebat tanpa ada kesimpulan didalam perdebatan mereka. Yang ada ketika berdebat mereka hanya akan saling mengemukakan argumen masing-masing tanpa ingin mengerti argumen satu sama lain.

Yang mereka unggulkan adalah ego mereka untuk merasa “menang” dan merasa “pintar”. Hei guys, ini bukan kompetisi berdebat, ini hanya obrolan selingan ketika kita makan di angkringan. Jadi, lubang sedotan itu ada satu atau dua?

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Curhat

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga Di masa…