Oleh Gunawan Trihantoro
Di tengah geliat kehidupan Cepu, berdirilah sebuah padepokan yang menyimpan harapan besar bagi generasi muda. Namanya Padepokan Mustika Segu, sebuah pusat pembinaan yang tidak sekadar mengajarkan bela diri, tetapi juga membentuk watak dan kepribadian.
Nama Mustika Segu bukan sekadar simbol. “Segu” diambil dari nama senjata khas dalam perguruan silat Tapak Suci—sebuah lambang ketegasan, ketajaman, sekaligus kehormatan. Pilihan nama ini mencerminkan semangat padepokan dalam menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak-anak didiknya.
Berlokasi di Lorong 2, Gang Yudistira, Desa Getas, Kecamatan Cepu, Padepokan Mustika Segu menjadi rumah bagi 25 anak dari berbagai jenjang usia, mulai dari usia dini hingga remaja. Dalam keheningan lorong kecil itulah suara langkah, napas yang diatur, dan hentakan jurus membentuk simfoni perjuangan anak-anak yang sedang ditempa menjadi pribadi tangguh.
Padepokan ini dipimpin oleh sosok inspiratif, Mas Winardi. Dengan dedikasi tanpa pamrih, ia mengabdikan dirinya untuk melatih, membimbing, dan membentuk karakter para santri silat yang diasuhnya. Ia tak hanya menjadi pelatih, tetapi juga menjadi teladan dan penggerak nilai moral bagi anak-anak.
Program utama yang diajarkan di Padepokan Mustika Segu meliputi Seni Tunggal IPSI dan Laga. Keduanya merupakan cabang dari dunia pencak silat yang menuntut lebih dari sekadar kekuatan fisik. Seni tunggal menanamkan ketepatan, keindahan, dan penguasaan diri. Sedangkan laga melatih ketangguhan, strategi, dan sportivitas.
Di era ketika anak-anak semakin larut dalam dunia digital, keberadaan padepokan seperti Mustika Segu menjadi oase pendidikan karakter yang sangat berarti. Alih-alih membiarkan mereka tenggelam dalam kecanduan gawai, padepokan ini menghadirkan ruang aktualisasi diri yang sehat, produktif, dan membangun.
Anak-anak yang bergabung di Mustika Segu tidak hanya belajar jurus dan teknik. Mereka juga dibimbing untuk memahami pentingnya kedisiplinan, rasa hormat kepada guru, kerja keras, dan semangat pantang menyerah. Nilai-nilai inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari pendidikan bela diri tradisional.
Menariknya, pendekatan yang digunakan di padepokan ini tidak keras atau menakutkan. Mas Winardi dan tim pelatih lebih menekankan pada pendekatan humanis. Anak-anak merasa nyaman, dihargai, dan sekaligus tertantang untuk menjadi lebih baik setiap harinya.
Padepokan Mustika Segu adalah bukti bahwa pendidikan karakter bisa dibangun dari akar budaya sendiri. Pencak silat, sebagai warisan bangsa, menjadi media efektif untuk membentuk generasi yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga kokoh secara mental dan spiritual.
Kehadiran padepokan ini layak diapresiasi dan didukung oleh masyarakat sekitar maupun pemerintah. Di tengah krisis keteladanan dan lunturnya nilai-nilai luhur, Mustika Segu tampil sebagai penjaga lentera, menjaga nyala semangat dan etika generasi muda.
Apa yang dilakukan Mas Winardi adalah bentuk nyata dari dedikasi terhadap kemajuan bangsa. Ia tidak menunggu perubahan datang dari atas, tetapi memulainya dari lorong kecil di desa yang mungkin tidak dikenal banyak orang, namun penuh makna.
Refleksi dari padepokan ini mengingatkan kita bahwa perubahan besar sering dimulai dari langkah kecil. Dari satu padepokan, bisa lahir pemuda-pemudi yang kelak membawa perubahan positif di lingkungan masing-masing.
Padepokan Mustika Segu bukan sekadar tempat berlatih. Ia adalah ruang transformasi, tempat di mana anak-anak belajar untuk mengenali diri, mengalahkan ego, dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Cepu patut berbangga memiliki Mustika Segu. Di tempat itulah generasi masa depan tengah ditempa dengan semangat kebangsaan, kebajikan, dan keuletan. Mari kita dukung agar semangat ini terus menyala, menerangi masa depan Indonesia. (*)