Oleh: Hadyan Mumtaz, Mahasiswa UIN Salatiga
Demokrasi sejatinya tidak hanya terbatas pada proses pemilu atau sistem pemerintahan yang dijalankan oleh negara, tetapi juga harus hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Setiap individu seharusnya diberi ruang untuk menyampaikan pendapat, terlibat dalam pengambilan keputusan bersama, serta dihargai hak dan martabatnya tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau pendidikan. Ini berarti masyarakat memiliki peran aktif dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung melalui referendum maupun melalui perwakilan yang mereka pilih.
Akan tetapi, menurut saya, di lingkungan desa saya sering terjadi pengambilan keputusan yang hanya ditentukan oleh perangkat desa atau tokoh masyarakat tanpa mempertimbangkan pendapat warga lainnya. Mereka hanya mewakili kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini justru memberikan keuntungan bagi tokoh desa dan merugikan masyarakat kecil yang kurang mampu. Selain itu, hal ini dapat menimbulkan masalah di lingkungan masyarakat karena adanya perbedaan pendapat atau rasa dipandang rendah oleh perangkat desa. Akibatnya, partisipasi masyarakat berkurang dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan desa, khususnya dari kalangan yang kurang mampu, menjadi semakin rendah karena merasa tidak dihargai.
Contoh tidak diterapkannya prinsip demokrasi di lingkungan masyarakat saya adalah dalam hal perbaikan jalan (pengaspalan). Perangkat desa justru memilih untuk mengaspal jalan yang kondisinya masih bagus, dan bahkan halaman rumah para perangkat desa pun ikut diaspal. Pengambilan keputusan mengenai lokasi pembangunan jalan tersebut hanya melibatkan kepala desa dan beberapa anggota perangkat desa lainnya, tanpa adanya musyawarah atau keterlibatan warga desa secara umum. Akibatnya, warga merasa tidak dihargai karena tidak diajak berdiskusi, dan kepercayaan terhadap pemerintahan desa pun semakin menurun.