Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kolom

Penolakan Redaktur Media Massa Bukan Akhir Segalanya

×

Penolakan Redaktur Media Massa Bukan Akhir Segalanya

Sebarkan artikel ini
Muhammad Aufal Fresky
Example 468x60

Oleh: Muhammad Aufal Fresky

Sepertinya kita tidak akan pernah melangkah dan bergerak ke mana pun jika masih terus-terusan membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Ini tentu saja menjadi persoalan cukup serius, terutama bagi diri saya selaku penulis. Sebab, sejumlah kawan di dunia nyata dan maya kerap kali memposting pencapaian-pencapaian mereka terkait di bidang kepenulisan. Ada yang tulisannya tembus media-media besar seperti halnya Jawa Pos dan Kompas. Tidak sekali dua kali, tapi berkali-kali mereka berhasil menembus media yang konon katanya sukar ditembus tersebut.

Example 300x600

Bahkan, bagi penulis yang mampu menembus rubrik Opini Kompas bisa dikatakan sebuah pencapaian tertinggi dalam gelanggang kepenulisan. Sebab, tidak sembarang penulis yang berhasil mencapainya. Para editor Kompas pun bukan main ketatnya dalam proses seleksi. Saya pun, beberapa tahun silam pernah mengirimkan tulisan ke Kompas. Hasilnya, masih jauh dari standar, alias belum lolos kurasi.

Wajar-wajar saja jika hati kecil ini merasa sedikit iri ketika ada kawan yang tiba-tiba tulisannya nongol di Kompas atau Jawa Pos. Sebab, saya sendiri hingga saat ini merasa kesuliatan untuk menembusinya. Saya pun bertanya-tanya, sebenarnya apa rahasia dan kiat sukses menembus media besar semacam Kompas dan Jawa Pos itu? Khususnya di rubrik Opininya. Mengapa seolah sukar terjamah oleh penulis semacam saya. Perasaan itu acapkali menghantui hari-hari saya. Siang dan malam, detik demi detik, saya mencoba menjaga asa saya bagaimana tulisan-tulisan saya pada akhirnya nanti bisa tembus di sana. Tentu bukan karena belas kasihan para redaktur atau hasil kongkalikong saya dengan orang-orang Kompas atau Jawa Pos. Bukan semacam itu yang saya kehendaki.

Lagi pula, saya tidak terlalu berbahagia jika semisal tulisan saya tembus berkat belas kasihan. Bukan karena mutu atau kualitas yang telah terpenuhi. Saya pun percaya betul, sekelas redaktur Kompas dan Jawa Pos ini adalah orang-orang yang profesional. Artinya, mereka betul-betul menyeleksi tulisan yang masuk sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan. Sebab, jika tulisan-tulisan belum memenuhi kriteria dipaksakan terbit, kredibiltas koran itulah yang menjadi taruhannya. Jadi hemat saya, para redaktur itu menjalankan tugas dan perannya dengan cukup baik. Lagi-lagi, pertanyaannya adalah apakah saya akan minder, malu, dan inferior apabila terus-terusan ditolak?

Sekali lagi, dengan tegas saya menjawab: Tidak. Memang, pernah suatu waktu saya merasa gagal sebagai penulis ketika tak bisa menembusi media besar. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi, apa guna saya meratapi kegagalan itu? Lagi pula, masih banyak media lokal yang bersedia menerbitkan tulisan-tulisan saya, meskipun secara sukarela alias tidak berbayar alias tidak ada honorariumnya. Tapi setidaknya, tulisan-tulisan saya itu bisa menjangkau lehih banyak orang lagi ketimbang saya simpan sendiri di folder laptop. Bukankah jauh lebih bermanfaat jika disebarluaskan ke khalayak ramai?

Saya pun tidak begitu berkenan menyerahkan nasib kepenulisan saya hanya pada redaktur media massa semacam Kompas dan Jawa Pos. Sungguh sangat amat merugi saya tiba-tiba memilih putar haluan dan berhenti menulis sebab selalu ditolak. Sebab, selain media-media tersebut, masih banyak saluran lainnya yang bisa menjadi tempat saya berkarya atau membagikan ide/gagasan saya seputar banyak hal. Dalam hal ini, penolakan dari redaktur Jawa Pos dan Kompas ini sebenarnya bisa menjadi pelajaran yang cukup berharga bagi saya untuk senantiasa mengasah kemampuan di bidang tulis menulis. Artinya, saya mengevaluasi apa yang seharunys dievaluasi. Bisa memperbaiki apa yang semestinya diperbaiki. Apalagi, setiap media massa besar, sepanjang pengetahuan saya, memiliki kritieria yang cukup ketat dalam meloloskan tulisan-tulisan para penulis dari luar.

Kemudian, terkait teman-teman saya yang tulisannya lolos kurasi, saya mengacungkan dua jempol dan mengapresiasinya. Sebab, memang menembus media semacam Kompas dan Jawa Pos ini saingannya banyak. Bahkan, latar belakang pendidikannya pun tidak main-main. Sekelas profesor dan doktor. Ada jebolan luar negeri pula. Memang, sekilass nampak ngeri-ngeri sedap kompetitornya. Tapi, tidak menutup kemungkinan, siapa saja, bisa lolos kurasi. Asalkan tulisannya bernas, bermutu, unik, dan menampilkan hal/gagasan baru, besar kemungkinan mampu mengalahkan tulisan-tulisan para suhu tersebut. Sebab, sekali lagi, saya percaya betul, para redaktur itu cukup adil sejak dalam pikiran dalam menilai sebuah tulisan. Artinya, tidak terlalu melihat latar belakangnya. Okelah latar belakang pendidikan dan profesi cukup berpengaruh, tapi saya kira tidak seberapa dibandingkan kualitas tulisan yang dihasilkan.

Akhirnya, selaku penulis, saya tetap menjaga spirit menulis ke media-media besar akan tetap hidup. Dengan begitu, saya bisa mengukur kualitas tulisan-tulisan saya. Dengan begitu, saya bisa belajar untuk konsisten dan semangat pantang menyerah ketika mengalami penolakan. Setidaknya, penolakan itu sebagai batu loncatan untuk berjuang lebih keras lagi menghasikan tulisan-tulian yang susah ditolak redaktur.
Dan satu lagi, saya tidak boleh terlalu iri kepada mereka yang tulisannya kerap kali tampil di media besar. Sebab, setiap orang memang memiliki jalan dan takdirnya masing-masing. Artinya, saya mesti menjadikan pencapaian-pencapaian mereka sebagai motivasi pelecut bagi saya pribadi untuk meningkatkan mutu tulisan saya agar layak tampil di media besar. Intinya, ditolak atau diterima, itu bukan persoalan utama. Yang harus saya perhatikan selalu adalah bagaimana girah menulis dan berbagi saya ini tetap hidup dan menyala dari waktu ke waktu. Jadi, penolakan redaktur media massa bukanlah akhir segalanya. Tetaplah berkarya, tetaplah produktif!
*) Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *