Oleh: Sailin Nichlah
Di tengah arus globalisasi dan derasnya masuk budaya asing yang sering kali tidak sejalan dengan kepribadian bangsa, penginternalisasian nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan karakter menjadi sebuah keharusan. Tujuannya agar generasi muda memiliki fondasi moral yang kuat sehingga tidak kehilangan identitasnya sebagai warga negara Indonesia yang beradab, humanis, dan menjaga persatuan.
Sejumlah tantangan dalam penerapan nilai-nilai Pancasila pada generasi muda dapat dilihat melalui berbagai fenomena berikut.
Pertama, anak muda yang menerapkan Pancasila melalui kewirausahaan sosial.
Generasi muda masa kini menghidupkan nilai-nilai Pancasila secara nyata melalui kewirausahaan sosial. Orientasi mereka tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga memecahkan masalah sosial dan lingkungan. Setiap keputusan bisnis berlandaskan semangat gotong royong, kemanusiaan, persatuan, dan keadilan. Dengan demikian, kewirausahaan sosial menjadi sarana strategis bagi pemuda untuk memajukan Indonesia sesuai identitas nasional. Sebagai wirausaha sosial, mereka tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga nilai-nilai luhur dan keberlanjutan. Mereka membuktikan bahwa Pancasila adalah prinsip hidup yang aplikatif untuk menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang adil.
Kedua, anak muda yang menerapkan Pancasila melalui gerakan volunteer.
Gerakan kerelawanan menjadi salah satu bentuk paling konkret dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dalam berbagai kegiatan seperti penanggulangan bencana, bakti sosial, atau pengajaran bagi anak-anak kurang mampu, para relawan menghidupkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta memperkuat Persatuan Indonesia. Gerakan ini menyatukan pemuda dari beragam latar belakang untuk tujuan kemanusiaan. Semangat gotong royong menjadi napas gerakan mereka dan membuktikan bahwa Pancasila hidup dalam tindakan, bukan sekadar wacana.
Contoh nyata:
- Relawan bencana: Saat terjadi gempa atau banjir, pemuda berdatangan membantu evakuasi dan distribusi logistik. Ini merupakan penerapan sila kedua dan sila ketiga.
- Volunteer pendidikan: Mahasiswa yang menjadi pengajar desa atau kakak asuh sedang mengamalkan sila kelima dengan memperjuangkan pemerataan akses pendidikan.
- Aksi lingkungan: Kegiatan membersihkan sungai atau pantai adalah wujud menjaga ciptaan Tuhan (sila pertama) sekaligus gotong royong (sila keempat).
Dengan menjadi relawan, anak muda tidak sekadar peduli, tetapi menjadi pilar masyarakat dan penjaga nyala Pancasila di tingkat akar rumput.
Ketiga, anak muda yang menerapkan Pancasila melalui konten kreatif di media sosial.
Di ruang digital yang menjadi arena pertarungan ide dan budaya, anak muda kreatif tampil sebagai kekuatan positif. Mereka menghidupkan nilai-nilai Pancasila melalui konten yang tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga edukatif dan relevan. Lewat video pendek, infografis, podcast, hingga ilustrasi, nilai-nilai Pancasila dikemas secara menarik agar dapat diterima generasi masa kini. Dengan demikian, konten kreatif berfungsi sebagai instrumen strategis dalam melestarikan identitas dan jati diri bangsa.
Contoh nyata konten kreatif:
- Kreator TikTok yang menampilkan sketsa tentang gotong royong (sila ketiga) dan keadilan sosial (sila kelima).
- YouTuber yang membuat dokumenter tentang pengrajin daerah serta membuka donasi untuk membantu perekonomian mereka—mengamalkan sila kedua, ketiga, dan kelima.
Salah satu kreator yang relevan adalah Jerhemy Owen (@jerhemynemo), aktivis lingkungan yang membuat kampanye menanam pohon, aksi bersih sungai, dan program sanitasi di Nusa Tenggara Timur. Ia juga menjadi bagian dari program global TikTok Change Makers 2025 dan mewakili Indonesia di konferensi lingkungan COP29 di Azerbaijan.
- Desainer grafis yang mengunggah ilustrasi edukatif tentang Pancasila dengan gaya visual menarik. Contoh kreator internasional dengan gaya yang bisa menginspirasi adalah Dominic Flask (@dangerdom), Carla Llanos (@carlalallanos), dan Gia Graham (@iamgiagraham).


















