Oleh: Arafat Mughni Shidiq, Mahasiswa KPI UIN Salatiga
Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan dalam penggunaan media sosial. Pengguna internet selalu menyambut media sosial, yang muncul sebagai media baru. Media sosial memungkinkan kita untuk bertukar informasi dengan orang lain yang juga menggunakannya. Internet sebagai media online memungkinkan penyebaran informasi yang tidak dapat dipastikan benar dan tidaknya tersebar dengan cepat. Pengguna internet dapat langsung menyebarkan dan mengakses suatu peristiwa dalam hitungan detik melalui media sosial.
Setiap hari, ratusan bahkan ribuan informasi disebarluaskan melalui media sosial. Pengguna aktif media sosial saat ini umumnya adalah para remaja, mereka terbiasa untuk berkomentar, berbagi dan memberikan kritik di media sosial. Dengan kebiasaan ini dapat memicu terjadinya hoax karna penyampaian berita yang tidak pasti kebenarannya dan cenderung melakukan hate speech bagi konten yang tidak disukainya (Karman, 2013).
Memang, media sosial memberi pengguna banyak kebebasan untuk mengekspresikan sikap, pandangan , pendapat, dan bahkan keluhan mereka. Memberikan kebebasan untuk memilih cara menggunakan media sosial. Kita harus berhati-hati dengan situasi saat ini karena ada sejumlah besar individu yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan memicu konflik. Dalam situasi tertentu, hal-hal dapat tampak seperti hal-hal yang bermanfaat di satu sisi, tetapi mereka juga dapat tampak sebagai ancaman atau, setidaknya, berdampak negatif, menyebabkan perpecahan.
Informasi yang sengaja dibuat atau dimanipulasi untuk menyembunyikan fakta sebenarnya disebut berita palsu atau hoaks. Dengan kata lain, hoax juga dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memutarbalikan fakta dengan menggunakan informasi yang tampaknya meyakinkan tetapi tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan adalah tujuan dari hoax yang disengaja. Hoax adalah informasi yang sengaja dibuat untuk mengirim pembaca atau pendengar, dengan tujuan mempengaruhi pandangan mereka agar sesuai dengan keingintahuan. Posisi penyebar informasi Hoax yang dianggap kredibel menjadikan pengguna merasa yakin bahwa informasi itu benar dan menjadikan itu suatu kebenaran dan dapat disebarluaskan tanpa diperiksa kembali (Pratama, A. B. ,2016).
Menurut kitab suci AlQur’an surat al hujurat ayat 6 menyebutkan : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa sesuatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan sesuatu kaumdengan perkara yang tidak diingini – dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya)-sehingga menjadikankamu menyesali apa yang kamu telah lakukan”. Dalam ayat ini mengajarkan kita untuk selalu memastikan kebenaran berita dengan melakukan “tabayyun”. Artinya, kita harus menyelidiki dan mencari tahu dengan saksama hingga jelas benar keadaannya, bukan hanya percaya begitu saja.
Informasi Hoax dirancang untuk menghilangkan perhatian khalayak ramai dari masalah asli dan membuat mereka terjebak pada hal-hal yang lucu dan tidak penting. Tempat penyebar informasi Hoax yang dianggap kredibel membuat pengguna percaya bahwa informasi itu benar dan dapat dibagikan tanpa memeriksa kembali.
Dengan pengetahuan masyarakat yang rendah, berita bohong, atau hoax, sangat mudah didistribusikan. Masyarakat Indonesia dianggap belum terbiasa berpendapat atau berdemokrasi secara sehat, yang merupakan penyebab utama penyebaran informasi palsu (hoax) dengan cepat di negara itu. Berita hoax atau berita palsu, yang sering menyebar melalui media sosial, merupakan ancaman global yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia.
Sulit untuk menghentikan berita bohong atau hoax yang disebarkan oleh individu yang tidak bertanggung jawab. Individu atau kelompok mana pun dapat dengan mudah menyebarkan berita palsu, dan mereka yang menerima berita seringkali dianggap tidak kritis dalam memilih apakah berita tersebut benar atau tidak.
Menurut Rahadi (2017) menyebutkan Beberapa cara yang menghambat penyebaran informasi hoax di antaranya melakukan croscheck/klarifikasi terlebih dahulu, memberikan edukasi kepada masyarakat, ada kontrol atau pengawasan dari pihak keluarga, tidak mudah terprovokasi, diacuhkan saja, melakukan pemblokiran oleh pihak yang berwewenang, melakukan flagging dan sebagainya. Sedangkan menurut Rochimah (2011) menyebutkan mencegah penyebaran Hoax dapat dilakukan dengan literasi media.
Literasi media adalah perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar dapat menginterpretasikan suatu pesan yang disampaikan oleh pembuat berita. Literasi media adalah pendidikan yang mengajari khalayak media agar memiliki kemampuan menganalisis pesan media, memahami bahwa media memiliki tujuan komersial/bisnis dan politik sehingga mereka mampu bertanggungjawab dan memberikan respon yang benar ketika berhadapan dengan media.