Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kolom

Perang Riddah dan Rekonstruksi Aqidah

×

Perang Riddah dan Rekonstruksi Aqidah

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Fajri Rafly, Pengajar di Sekolah-Pesantren Alam Planet NUFO Rembang

Senin, 12 Rabiul Awal 11 H menjadi awan kelabu bagi orang-orang mukmin. Bagaimana tidak? Pada hari itu, orang yang selalu menjadi panutan dan teladan harus menemui ajalnya karena tugasnya sebagai Rasul telah sampai pada puncaknya. Hari itu, Rasulullah SAW wafat di pangkuan istrinya, Aisyah. Berita kematiannya dengan cepat menyebar ke penjuru Jazirah Arab. Bahkan Abu Bakar, yang saat itu tengah berada di Sunh, di pinggir kota Madinah, telah mendengar kabar wafatnya Rasulullah. Dengan segera, Abu Bakar bergegas menuju ke rumah Aisyah dan mendapati Rasulullah telah terbungkus oleh kain dari salah satu bagian rumahnya.

Example 300x600

Keadaan di luar rumah Aisyah tengah kacau balau. Banyak yang tidak percaya dengan kematian Rasulullah. Umar bin Khattab, salah seorang sahabat terdekat beliau, ikut terbawa suasana saat itu dengan berkata, “Muhammad tidak mati. Ia hanya sedang menemui Tuhan-Nya.” Mendengar kekacauan yang sedang terjadi, Abu Bakar keluar dari rumah Aisyah dan segera berkata kepada kaum Muslimin, “Saudara-saudara! Barang siapa menyembah Muhammad, Muhammad telah meninggal. Tetapi, barang siapa menyembah Allah, Allah selalu hidup, tak pernah mati.” Kemudian Abu Bakar membaca surah Ali Imran ayat 144 yang menyadarkan mereka akan kenyataan bahwa Rasulullah adalah seorang manusia yang juga akan menghadapi ajalnya. Umar pun tersungkur jatuh karena sadar bahwa Rasulullah telah benar-benar wafat.

Setelah Rasulullah dimakamkan, timbul perdebatan kecil di antara kaum Muslimin tentang siapa yang akan menggantikan posisi Rasulullah sebagai amirul mu’minin. Perdebatan ini sangat penting karena kepemimpinan adalah tonggak utama untuk menjaga stabilitas umat. Akhirnya, setelah musyawarah yang panjang, mereka sampai pada keputusan untuk menjadikan Abu Bakar sebagai Amirul Mu’minin menggantikan posisi Rasulullah.

Namun, di awal pemerintahannya, Abu Bakar dihadapkan pada permasalahan yang sangat krusial. Orang-orang yang selama ini hanya tunduk karena wibawa nubuwwah Rasulullah mulai menunjukkan pemberontakan. Sebagian dari mereka murtad, menolak membayar zakat, dan bahkan mendukung munculnya nabi-nabi palsu seperti Musailamah di Yamamah, Aswad Al-Ansi di Yaman, dan Tuleihah di Najd. Abu Bakar yang dikenal lembut berubah menjadi sangat tegas. Baginya, ini bukan hanya pemberontakan terhadap pemerintah, tetapi juga ancaman terhadap aqidah umat Islam.

Suku-suku Arab yang merasa bahwa kewajiban mereka terhadap Madinah telah berakhir dengan wafatnya Rasulullah mulai menunjukkan penolakan terhadap otoritas pusat. Mereka menolak membayar zakat yang dianggap sebagai beban, meskipun zakat merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Abu Bakar dengan tegas menyatakan bahwa penolakan terhadap zakat sama dengan pengingkaran terhadap Islam itu sendiri.

Dalam sebuah pernyataannya yang terkenal, beliau bersumpah akan memerangi siapa pun yang membedakan antara shalat dan zakat. Baginya, zakat adalah hak yang diwajibkan oleh Allah atas harta mereka, dan siapa pun yang menolak untuk menunaikannya akan diperangi.

Perang Riddah pun dimulai. Sebuah operasi militer untuk melawan kemurtadan. Musailamah al-Kadzab, nabi palsu di Yamamah, menjadi ancaman terbesar. Ia mengumpulkan ribuan pengikut dan membangun kekuatan militer yang signifikan. Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan melawan Musailamah. Pertempuran Yamamah menjadi salah satu pertempuran paling sengit dalam sejarah Islam. Banyak korban jatuh di pihak Muslim, namun kemenangan akhirnya diraih setelah Musailamah tewas di tangan Wahsyi, seorang sahabat Nabi. Di tempat lain, Tuleihah yang mengaku sebagai nabi memimpin pemberontakan di Najd, tetapi akhirnya dikalahkan dan kemudian masuk Islam. Di Yaman, Aswad Al-Ansi yang memproklamirkan dirinya sebagai nabi sekaligus penyihir juga berhasil dibunuh oleh kaum Muslimin sebelum pasukan Abu Bakar tiba.

Perang Riddah membawa dampak besar bagi Islam. Dengan berakhirnya perang, suku-suku yang sebelumnya memberontak kembali tunduk kepada pemerintahan Madinah, dan Jazirah Arab kembali bersatu di bawah Islam. Keberhasilan Abu Bakar dalam menumpas pemberontakan ini memberikan stabilitas bagi pemerintahan Islam yang baru terbentuk. Tidak hanya itu, dengan selesainya Perang Riddah, Abu Bakar dapat mengalihkan fokus ke luar Jazirah Arab, membuka jalan bagi ekspansi Islam ke Persia dan Romawi Timur.

Peristiwa ini juga menunjukkan pentingnya menjaga aqidah umat dari penyimpangan. Abu Bakar berhasil membuktikan bahwa Islam adalah agama yang kokoh dan tidak bergantung pada figur tertentu. Ketegasannya dalam menindak para pemberontak menunjukkan bahwa aqidah bukanlah sesuatu yang bisa dikompromikan. Kewajiban zakat, sebagai bagian dari rukun Islam, harus ditegakkan tanpa ragu. Perang Riddah menjadi simbol bahwa keimanan bukan hanya sekadar pengakuan lisan, tetapi juga harus diwujudkan dalam ketaatan terhadap perintah Allah.

Dari Perang Riddah, kita belajar bahwa kepemimpinan yang kuat dan tegas sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan besar. Kesatuan umat menjadi kunci kejayaan, dan penegakan syariat harus dilakukan dengan penuh komitmen. Perang ini bukan sekadar konflik militer, tetapi lebih dari itu, ia adalah upaya monumental untuk merekonstruksi aqidah umat Islam setelah kehilangan Rasulullah. Dari perang ini, umat Islam menyadari bahwa kekuatan iman, persatuan, dan kepemimpinan adalah fondasi utama dalam menjaga kejayaan agama dan peradaban. Wallahu ‘alamu bi al-shawaab

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *