Oleh: Audina Natasya T., Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam 2023
Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang remaja bernama Dina. Dina adalah gadis pendiam yang lebih sering menghabiskan waktunya di kamar, membaca buku, atau menulis diari. Tidak banyak orang tahu, tapi di balik sifat pendiamnya, Dina menyimpan mimpi besar untuk menjadi seorang penulis yang mampu menginspirasi banyak orang.
Hari itu, Dina sedang duduk di depan laptop tuanya, mengetik sebuah cerita pendek untuk lomba menulis di sekolah. Namun, pikirannya buntu. Ia tidak tahu bagaimana memulai. Di tengah kebingungannya, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal masuk.
“Hati-hati dengan teman terdekatmu. Tidak semua yang terlihat baik benar-benar tulus.”
Dina mengernyitkan dahi. “Apa maksudnya ini?” gumamnya. Ia mencoba mengabaikan pesan itu, tetapi pikirannya terus memutar ulang kata-kata tersebut. Siapa yang mengirim pesan itu? Apakah itu hanya lelucon, ataukah sebuah peringatan?
Keesokan harinya di sekolah, Dina merasa ada yang aneh. Teman-temannya, terutama Maya,
sahabatnya sejak SMP, terlihat berbicara bisik-bisik sambil sesekali melirik ke arahnya. Dina mencoba mengabaikan perasaan tidak enaknya, tetapi saat makan siang, semuanya terungkap.
“Dina, ini benar dari kamu?” tanya Maya sambil menunjukkan tangkapan layar obrolan WhatsApp.
Di layar, terlihat percakapan yang mengatasnamakan Dina sedang membicarakan hal buruk tentang Maya. “Aku nggak pernah nulis itu! Sumpah, Maya, aku nggak tahu apa-apa!” Dina mencoba menjelaskan, tetapi Maya sudah terlanjur marah.
“Aku nggak nyangka kamu bisa setega ini, Din. Kamu tahu kan, aku paling benci orang yang munafik!” kata Maya sebelum pergi meninggalkan Dina sendirian di kantin.
Dina merasa dunianya runtuh. Sahabat yang paling ia percaya kini menjauh darinya. Ia mencoba mencari tahu siapa yang mengirimkan pesan itu, tetapi tidak ada petunjuk sama sekali. Dina bahkan sempat berpikir untuk berhenti sekolah karena semua teman-temannya mulai menghindar. Namun, sebuah kejadian tak terduga membuat segalanya berubah.
Beberapa hari kemudian, Dina menerima pesan dari nomor yang sama. Kali ini pesannya berbunyi:
“Kadang kebenaran membutuhkan waktu untuk muncul. Bersabarlah.”
Dina memutuskan untuk menyelidiki. Ia mulai mencatat setiap kejadian, mengumpulkan bukti, dan mencoba menganalisis siapa yang mungkin ingin menjatuhkannya. Hingga akhirnya, ia menemukan bahwa semua pesan itu berasal dari seorang teman sekelasnya, Rian. Rian ternyata diam-diam iri pada Dina karena Dina sering mendapatkan pujian dari guru bahasa.
Dengan bukti yang cukup, Dina membawa masalah ini ke guru mereka. Setelah Rian mengakui perbuatannya, semua masalah perlahan-lahan selesai. Maya meminta maaf karena tidak mempercayai Dina, dan hubungan persahabatan mereka kembali seperti semula.
Namun, pengalaman itu meninggalkan pelajaran mendalam bagi Dina. Ia menyadari bahwa komunikasi dan kepercayaan adalah hal yang sangat penting, tetapi terkadang, hal-hal kecil seperti pesan anonim bisa merusaknya dalam sekejap.
Di akhir ceritanya, Dina menuliskan sebuah kalimat di buku hariannya:
Pesan bukan sekadar rangkaian kata. Ia memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan. Maka, bijaklah dalam memilih apa yang kau sampaikan.
Saya pasti bisa memulai di media massa, karena saya anak KPI. Tidak sulit bagi orang yang bersungguh-sungguh. Jika ada kemauan, di situ ada jalan. Saya pasti bisa memulai di media massa, karena saya anak KPI. Tidak sulit bagi orang yang bersungguh-sungguh. Jika ada kemauan, di situ ada jalan. (sampai dua halaman).