Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
CerpenSastra

Petualangan di Hutan Larangan

×

Petualangan di Hutan Larangan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Alhamana Dafa Akbar

Santri-Murid Kelas VII SMP Alam Nurul Furqon asal Nusa Tenggara Timur (NTT)

Example 300x600

Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki Gunung Ranaka, hiduplah seorang anak bernama Arga. Sejak kecil, Arga dikenal sebagai anak yang pemberani dan penuh rasa ingin tahu yang tinggi. Ia sering menghabiskan waktu menjelajahi sungai, hutan, dan gua di sekitar desanya bersama dua saudaranya, Bima  dan Sinta.

Malam itu, hujan rintik-rintik turun membasahi tanah, membuat udara terasa lebih dingin. Arga duduk bersila di depan perapian di rumah, mendengarkan cerita yang selalu diceritakan setiap malam sebelum tidur. Kakeknya, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang, sedang menyesap teh hangat sebelum memulai cerita.

“Ada satu legenda yang belum pernah kakek ceritakan pada kalian,” kata kakeknya dengan suara rendah, matanya menatap jauh seolah mengingat sesuatu dari masa lalunya.

Arga, Bima, dan Sinta yang sudah berkumpul di situ langsung mendekat, penasaran dengan cerita baru yang akan mereka dengar.

“Zaman dahulu kala,” lanjut kakek, “di dalam hutan yang kini kita sebut sebagai Hutan Larangan, pernah berdiri sebuah Kerajaan tersembunyi. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang kaya dan adil. Rakyatnya hidup makmur, tanahnya subur, dan segala kebutuhan mereka tercukupi. Namun, pada suatu malam, kerajaan itu hilang begitu saja tanpa jejak. Tak ada yang tahu ke mana perginya.”

Arga menelan ludah. “Bagaimana mungkin seluruh kerajaan bisa hilang begitu saja?”

Kakek menggeleng pelan. “Itulah misterinya, Arga. Ada yang bilang, kerajaan itu dikutuk oleh para leluhur karena keserakahan rajanya. Ada juga yang percaya bahwa kerajaan itu sebenarnya masih ada, tapi tersembunyi di dimensi lain yang hanya bisa ditemukan oleh orang-orang tertentu.”

Sinta menggigit bibirnya, matanya berbinar karena rasa ingin tahu. “Lalu… apakah ada orang yang pernah mencoba mencarinya?”

Kakek menghela nafas panjang, kemudian menatap mereka satu per satu sebelum menjawab. “Banyak yang telah mencoba. Namun, tak ada satupun yang kembali. Mereka yang masuk ke Hutan Larangan tidak pernah terlihat lagi.”

Sejenak suasana menjadi sunyi. Hanya suara api yang berderak dan hujan gerimis di luar jendela yang terdengar.

Bima, yang sejak tadi hanya mendengarkan, akhirnya membuka mulut. “Jadi… kalau ada yang bisa menemukan kerajaan itu, mungkin mereka bisa menemukan harta yang tersembunyi di dalamnya?”

Kakek menatap Bima dengan tajam. “Jangan bodoh, Bima. Ini bukan sekadar soal harta. Hutan itu berbahaya, dan bukan tempat bermain untuk anak-anak seperti kalian.”

Namun, justru kata-kata itu yang semakin membakar rasa penasaran mereka.

Setelah cerita selesai, kakek menyuruh mereka tidur. Namun, Arga, Bima, dan Sinta tidak bisa memejamkan mata. Mereka terbaring di tikar mereka masing-masing, menatap langit-langit, pikiran mereka dipenuhi dengan bayangan tentang kerajaan tersebut Arga akhirnya bangkit dari tidurnya, berbisik kepada kedua saudaranya, “Bagaimana kalau kita mencobanya?”

Sinta langsung duduk, matanya berbinar. “Maksudmu… kita mencari kerajaan itu?”

Bima tampak ragu. “Tapi, kalau kata kakek benar, kita bisa saja tersesat dan tidak pernah kembali.”

Arga tersenyum penuh percaya diri. “Kita hanya akan pergi sebentar, melihat apa yang ada di dalam hutan larangan. Kalau kita merasa ada bahaya, kita bisa langsung kembali.”

Sinta mengangguk penuh semangat. “Aku setuju! Ini petualangan yang belum pernah dilakukan siapapun dari desa kita!”

Bima masih terlihat khawatir, tetapi akhirnya ia menghela napas dan menyerah. “Baiklah… Tapi kita harus bersiap. Kalau ada bahaya, kita harus segera kabur.”

Mereka bertiga saling berpandangan. Hati mereka berdebar penuh antisipasi.

Keesokan harinya, saat matahari baru mulai menyembul dari balik gunung, mereka diam-diam bersiap. Dengan membawa bekal seadanya—beberapa roti kering, botol air, dan senter kecil—mereka berangkat menuju hutan larangan.

Petualangan mereka pun dimulai.

Bersambung…

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen

Tangannya kesemutan diikat dibelakang, kakinya tertekuk dengan darah…