Oleh: Anugrah Alqadri, Direktur Sanlex Forum
Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 sering dibaca sebagai koreksi hukum administratif. Namun, bagi mereka yang terbiasa bekerja dengan pola, indikator, dan dinamika institusi keamanan, keputusan ini menandai sesuatu yang lebih besar: perubahan arsitektur kekuasaan Polri yang tidak diumumkan secara terbuka.
Dengan tertutupnya celah penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil, sebuah jalur pengaruh yang selama bertahun-tahun berfungsi sebagai kanal ekspansi kekuasaan kini resmi tidak ada. Dalam sistem tertutup, ketika satu pintu ditutup, tekanan akan bergerak ke pintu yang lain. Itu hukum dasarnya.
Pergeseran yang Tidak Dibahas Publik
Penutupan jalur jabatan sipil membuat kompetisi internal Polri kembali terfokus pada pusat-pusat kekuasaan yang berada dalam tubuhnya sendiri. Indikasinya sudah terlihat:
• satuan pemilik informasi menguatkan jaringan datanya,
• satuan pemilik proses hukum memperluas cakupan kasus berprofil tinggi,
• satuan digital mulai bergerak lebih agresif membangun dominasi,
• unit pengawas internal memiliki ruang lebih besar menentukan arah disiplin dan reputasi personel.
Tidak ada pengumuman resmi mengenai pergerakan ini. Tidak perlu ada. Dalam institusi dengan sensitivitas tinggi, sinyal-sinyal awal selalu muncul lewat perubahan kecil yang hanya bisa terbaca melalui pola.
Titik Gesekan yang Meningkat
Setelah pintu eksternal ditutup oleh MK, risiko gesekan internal meningkat. Ada tiga titik friksi yang paling menonjol:
1. Pemilik data lapangan vs pemilik proses hukum.
Perbedaan sumber informasi sering berubah menjadi perbedaan narasi.
2. Pemilik proses hukum vs pengawas internal.
Penanganan kasus sensitif mudah menimbulkan tarik-menarik kewenangan.
3. Pemilik data konvensional vs pemilik data digital.
Dua ekosistem informasi, dua metodologi, dua klaim akurasi.
Konflik-konflik ini tidak akan tampil di ruang publik, tetapi memengaruhi arah kebijakan internal dan prioritas operasi.
Kekuatan Baru: Dominasi Ruang Digital
Pola global selama satu dekade terakhir menunjukkan perubahan yang konsisten: institusi keamanan yang menguasai domain digital akan menguasai struktur kekuasaan masa depan. Hal yang sama sekarang terlihat di Polri.
Satuan digital berkembang jauh lebih cepat daripada yang diwacanakan publik.
Dalam 5–10 tahun, kekuatan ini tidak hanya menjadi pelengkap, tetapi dapat menggantikan sebagian fungsi investigatif tradisional, terutama yang terkait dengan data, jejak elektronik, dan pemetaan risiko.
Stabilitas Operasional: Peran Kekuatan Lapangan
Walaupun fokus jangka panjang bergerak ke arah data dan digital, unit pemukul tetap menjadi faktor stabilisasi yang tidak tergantikan. Dalam situasi eskalatif, keberadaan mereka menjadi pemisah antara kontrol dan kekacauan. Pola ini konsisten di seluruh negara dengan struktur keamanan modern.
Garis Besar 2025–2030: Konsolidasi Diam-Diam
Dalam lima tahun ke depan, Polri diproyeksikan melakukan tiga langkah besar:
1. Memusatkan kembali kekuatan ke dalam struktur sendiri.
2. Mengintegrasikan informasi lapangan dan digital.
3. Menguatkan kewenangan melalui kasus strategis berprofil tinggi.
Semua ini terjadi sebagai respons otomatis terhadap hilangnya akses jabatan sipil.
Proyeksi 2030–2045: Siapa Menguasai Informasi, Menguasai Arsitektur Institusi
Arah Polri pada rentang 2030–2045 ditentukan oleh satu variabel utama: pengendalian arus informasi.
Jika integrasi data lapangan, digital, dan hukum terjadi secara konsisten, Polri akan memasuki bentuk baru: lebih tersentralisasi, lebih presisi, lebih kuat, tetapi juga lebih sulit dipantau publik.
Putusan MK hanyalah pemicunya. Perubahannya terjadi di dalam sunyi, bertahap, dan hanya dapat dibaca melalui pola

















