Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Cerpen

Sang penguat Rasa

×

Sang penguat Rasa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Ahmad Anshori, Mahasiswa UIN Salatiga

Di sudut kecil Pasar Sentosa, seorang pemuda bernama Raka menjalani hidup sederhana sebagai penjual teh. Namun, ia bukan pemuda biasa. Sejak kecil, ia memiliki kemampuan unik: ia dapat memengaruhi emosi seseorang hanya dengan tatapan mata.

Example 300x600

Kemampuan itu membuat Raka dijauhi. Teman-teman kecilnya menganggapnya aneh, dan orang-orang dewasa takut mendekatinya. Akhirnya, Raka memilih untuk hidup menyendiri, menyembunyikan kekuatannya sambil tetap bertahan hidup dari berjualan teh.

Namun, kehidupannya mulai berubah saat seorang gadis bernama Alia datang ke gerobaknya. Berbeda dari orang lain, Alia tidak takut atau menghakimi Raka. Sebaliknya, ia malah penasaran. “Aku dengar kamu punya kemampuan khusus. Apa itu benar?” tanyanya suatu hari.

Raka mengabaikan pertanyaan itu, tapi Alia terus datang, membawa cerita-cerita baru setiap hari. Perlahan, Raka mulai membuka diri.

Suatu hari, Alia meminta bantuan Raka. Ayahnya, yang terpuruk sejak kehilangan istrinya, menolak keluar kamar selama berbulan-bulan. “Aku sudah mencoba segalanya. Kamu satu-satunya harapanku,” pinta Alia.

Setelah ragu, Raka setuju membantu. Ia mengunjungi ayah Alia, menyentuh emosi pria tua itu dengan kekuatannya. Perlahan, rasa bersalah yang menghantui pria itu memudar, digantikan oleh keberanian untuk melanjutkan hidup. “Alia?” panggil pria itu dengan suara gemetar.

Keajaiban itu menyebar cepat. Orang-orang mulai berdatangan, ingin tahu lebih banyak tentang Raka. Namun, tidak semua orang senang. Beberapa merasa takut pada kekuatan Raka, bahkan menuduhnya menggunakan ilmu hitam.

Kekhawatiran itu memuncak ketika Pak Burhan, tokoh masyarakat Sentosa, memanggil Raka. “Kami nggak bisa membiarkanmu tinggal di sini,” kata Pak Burhan. “Kekuatanmu terlalu berbahaya. Kami takut akan apa yang bisa terjadi.”

Raka hanya menunduk, menerima keputusan itu dengan pasrah. Namun, Alia tidak terima. “Kamu nggak boleh menyerah! Mereka salah menilai kamu,” katanya dengan marah.

“Aku nggak ingin membuat mereka takut,” jawab Raka. “Kalau aku pergi, semua ini akan tenang.”

“Tapi aku ikut denganmu,” tegas Alia.

Beberapa hari kemudian, Raka dan Alia meninggalkan Sentosa. Mereka memulai perjalanan baru, bertemu banyak orang yang membutuhkan bantuan. Meski menghadapi berbagai kesulitan, Raka merasa lebih percaya diri menggunakan kekuatannya untuk kebaikan.

“Kamu bukan penyelamat dunia, tapi kamu adalah penguat rasa,” kata Alia suatu malam. Kata-kata itu menjadi semangat bagi Raka untuk terus melangkah.

Kini, meski jauh dari Sentosa, Raka tidak lagi menyembunyikan dirinya. Bersama Alia, ia memahami bahwa kekuatannya adalah anugerah, bukan kutukan. Inilah Pentingnya memiliki keberanian, kekuatan, dan keyakinan terhadap diri

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen

Tangannya kesemutan diikat dibelakang, kakinya tertekuk dengan darah…

Cerpen

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga “Kayaknya bapak…

Cerpen

Oleh: Anak Pagi Siang hari di tengah ketangguhan…

Cerpen

Di sebuah desa kecil, terdapat hutan yang terkenal…