Oleh: Rizki Utami, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta
Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal ini semakin marak terjadi di berbagai sektor industri akibat perkembangan teknologi digital serta ketidakstabilan ekonomi global. Perusahaan besar maupun startup menghadapi tekanan efisiensi operasional, yang berujung pada pengurangan jumlah tenaga kerja. Beberapa penyebab utama PHK massal mencakup restrukturisasi organisasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, serta otomatisasi yang menggantikan peran manusia dalam pekerjaan. Dampak dari PHK massal tidak hanya berimbas pada pekerja yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga memperburuk angka pengangguran dan ketimpangan ekonomi.
Dalam situasi ini, dibutuhkan kebijakan perlindungan tenaga kerja yang tidak hanya reaktif, tetapi juga mengantisipasi kemungkinan di masa depan. Namun, dalam implementasinya menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi regulasi maupun kesiapan industri. Oleh karena itu, kolaborasi pemerintah dan pengusaha diperlukan untuk merancang solusi efektif, seperti pelatihan ulang pekerja terdampak PHK dan kebijakan yang menjamin keberlanjutan kerja. Selain itu, diperlukan kajian mendalam mengenai faktor penyebab PHK, dampaknya, dan strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya.
Pengertian dan Faktor Penyebab PHK Massal
Perlu kita ketahui PHK massal sebagai isu sosial dan ekonomi menjadi topik yang krusial dalam ekonomi global dan kesejahteraan sosial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja (PHK) diartikan sebagai penghentian hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan akibat alasan tertentu, yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
PHK massal sendiri merujuk pada pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidakstabilan keuangan perusahaan, krisis ekonomi, kemajuan teknologi yang menggantikan peran manusia, restrukturisasi perusahaan, penurunan permintaan pasar, meningkatnya persaingan global, serta kebijakan pemerintah yang mempengaruhi regulasi ketenagakerjaan hingga berakibat pada pemangkasan jumlah karyawan atau menutup usaha sebagai langkah efisiensi biaya.
Meskipun bagi perusahaan langkah PHK ini sering dianggap sebagai strategi untuk menekan biaya operasional. Namun, PHK massal masih berisiko menimbulkan dampak negatif bagi pekerja dan masyarakat secara keseluruhan, seperti meningkatnya tingkat pengangguran, kesenjangan sosial, serta gangguan terhadap stabilitas ekonomi.
Tren PHK Massal di Indonesia: Dari Krisis 1997 hingga 2025
Di Indonesia, tren PHK massal telah terjadi sejak krisis moneter 1997 akibat tekanan ekonomi. Seiring waktu, efisiensi tenaga kerja menjadi strategi utama untuk bertahan dalam ketidakpastian ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, tren PHK kembali meningkat, terutama di sektor teknologi dan industri lainnya.
Pada November 2022, GoTo Group mengumumkan PHK terhadap lebih dari 1.000 karyawannya sebagai langkah untuk menekan biaya operasional dan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Tren PHK berlanjut pada 2023, dengan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 26.400 pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja.
Gelombang PHK pun berlanjut hingga awal 2025 di mana menurut laporan Kemnaker, pada Januari 2025 tercatat 3.325 pekerja terdampak PHK. Hal ini di lihat beberapa perusahaan besar di awal tahun 2025 juga mengalami penutupan dan pengurangan tenaga kerja seperti PT Sritex yang melakukan PHK lebih dari 10.000 karyawan pada 1 Maret 2025 karena mengalami kepailitan. Selanjutnya, Pabrik Sanken di kawasan Cikarang dan dua pabrik piano Yamaha di Indonesia diperkirakan akan menghentikan operasionalnya pada tahun 2025.
Dampak PHK Massal terhadap Karyawan, Perusahaan, dan Ekonomi
Berdasarkan data yang telah disajikan, gelombang PHK terus berlanjut di Indonesia, mencerminkan ketidakpastian ekonomi dan perubahan tren industri yang berdampak besar pada ketenagakerjaan. PHK massal tidak hanya menyebabkan hilangnya mata pencaharian bagi karyawan yang terdampak langsung, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis karyawan yang masih bertahan.
Mereka dapat merasakan ketidakpastian terhadap pekerjaan mereka, dapat diartikan sebagai pelanggaran kontrak psikologis antara pekerja dan perusahaan. Akibatnya, motivasi dan produktivitas kerja menurun, berkurangnya perilaku positif dalam organisasi serta berdampak negatif pada moral dan kinerja karyawan yang tersisa, sehingga berpotensi menghambat efektivitas perusahaan.
Selain berdampak pada lingkungan kerja, PHK massal juga membawa konsekuensi sosial dan ekonomi yang luas. Ketidakpastian di kalangan pelanggan meningkat, yang dapat menurunkan kepuasan terhadap layanan dan menciptakan persepsi negatif terhadap perusahaan atau merek tertentu. Dampak lebih lanjut terlihat dalam penurunan permintaan terhadap produk atau jasa. Dari sisi ekonomi dan sosial, PHK massal turut berkontribusi pada meningkatnya kesenjangan ekonomi, lonjakan angka pengangguran, bertambahnya jumlah masyarakat miskin, serta terganggunya stabilitas ekonomi negara.
Langkah Strategis untuk Mengatasi PHK
Apakah langkah-langkah yang telah diambil selama ini sudah efektif dalam mengatasi PHK massal yang terus berulang setiap tahun? Untuk meredam dampak gelombang PHK, pemerintah dan perusahaan perlu menerapkan strategi yang lebih terarah dan berkelanjutan. Salah satu solusi utama adalah memperkuat program pelatihan dan reskilling tenaga kerja agar mereka dapat beradaptasi dengan perubahan industri.
Program sertifikasi keterampilan digital, pelatihan kewirausahaan, serta insentif bagi industri yang menciptakan lapangan kerja baru harus menjadi prioritas utama.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan serikat pekerja sangat penting dalam mengatasi PHK massal.
Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator dengan menyediakan insentif ekonomi, mendorong investasi, serta mengembangkan program pelatihan ulang bagi pekerja terdampak. Sektor swasta harus berinovasi, beradaptasi dengan digitalisasi, serta menerapkan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel.
Sementara itu, serikat pekerja memiliki peran dalam advokasi perlindungan tenaga kerja, mediasi konflik, serta pembelaan hak pekerja yang terdampak PHK. Dari sisi kebijakan, pemerintah perlu meninjau ulang regulasi ketenagakerjaan agar lebih adaptif terhadap dinamika pasar tenaga kerja. Kebijakan seperti work-sharing atau insentif pajak bagi perusahaan yang mempertahankan tenaga kerja dapat menjadi solusi jangka panjang. Di sisi lain, perusahaan juga harus bertanggung jawab dalam memberikan pesangon yang layak, transparansi dalam proses PHK, serta program bantuan transisi bagi pekerja yang terdampak. Tanpa pendekatan yang berimbang, risiko meningkatnya ketimpangan sosial dan ketidakstabilan ekonomi akan semakin besar.
Badai PHK massal bukan sekadar isu ketenagakerjaan, melainkan fenomena yang mencerminkan perubahan besar dalam ekonomi dan teknologi. Mereka yang mampu beradaptasi dengan tren baru memiliki peluang bertahan lebih besar, sementara mereka yang tidak siap harus menghadapi ketidakpastian. Melakukan pemutusan hubungan kerja harus dipertimbangkan matang karena berdampak luas pada perusahaan, pekerja, dan masyarakat. Untuk menghadapi tantangan PHK massal yang terus berulang, diperlukan langkah-langkah strategis yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga preventif dan berkelanjutan.
Dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan serikat pekerja, kebijakan yang lebih adaptif dan inovatif dapat diterapkan guna melindungi tenaga kerja serta menciptakan peluang kerja baru. Tanpa langkah yang tepat, dampak dari PHK akan sulit dikontrol dan berisiko mengganggu stabilitas ketenagakerjaan. Oleh karena itu, komitmen yang kuat dan kebijakan yang tepat harus segera diimplementasikan demi masa depan ketenagakerjaan yang lebih stabil dan inklusif sehingga dapat memberikan peluang baru bagi para pekerja di masa depan.
Sumber Referensi:
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2025, 6 Maret). Tenaga kerja ter-PHK, Januari tahun 2025. Hubungan Industrial dan Jamsostek. Diakses dari: https://satudata.kemnaker.go.id/data/kumpulan-data/2653.
Solihah, R., Alamginto, A., & Sunggu, O. T. O. (2023). Implikasi Sosial dan Ekonomi dari PHK Massal. JISPENDIORA Jurnal Ilmu Sosial Pendidikan Dan Humaniora, Vol. 2, No. 3, pp. 178-192. Diakses dari: DOI: https://doi.org/10.56910/jispendiora.v2i3.985.