WAWANCARA EKSKLUSIF PIKIRANBANGSA.CO DENGAN ZULHAS
Pikiranbangsa.co:
Pak Zulhas, dalam berbagai kesempatan Bapak sering menekankan pentingnya politik berbasis kebangsaan. Apa yang Bapak maksud dengan politik berbasis kebangsaan?
Zulhas:
Politik berbasis kebangsaan adalah politik yang berlandaskan pada kepentingan nasional, bukan kepentingan kelompok, golongan, atau individu semata. Politik seperti ini harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat, menjaga persatuan, serta mengedepankan musyawarah dan mufakat.
Indonesia ini negara yang sangat beragam. Ada ratusan suku, bahasa, dan agama yang hidup berdampingan. Jika politik hanya dijadikan alat untuk kepentingan sempit, entah itu kepentingan golongan, agama, atau daerah tertentu, maka yang terjadi adalah perpecahan. Itulah sebabnya, politik harus berlandaskan nilai-nilai kebangsaan yang telah disepakati bersama, yaitu Pancasila.
Pikiranbangsa.co:
Dalam praktiknya, seperti apa bentuk politik berbasis kebangsaan yang ideal?
Zulhas:
Pertama, politik harus menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Kebijakan yang dihasilkan harus mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, bukan hanya kepentingan segelintir elit.
Kedua, politik harus menghindari eksploitasi perbedaan. Kita harus menghargai keberagaman sebagai kekuatan, bukan sebagai alat untuk memecah belah. Misalnya, dalam pemilu, jangan sampai ada pihak yang menggunakan isu SARA untuk mendapatkan dukungan politik.
Ketiga, politik berbasis kebangsaan harus mengedepankan musyawarah. Budaya politik kita seharusnya adalah budaya gotong royong, mencari titik temu, bukan budaya saling menjatuhkan atau mengadu domba.
Dan yang terakhir, politik harus membawa kemajuan. Kita tidak bisa terus berkutat pada perdebatan yang tidak produktif. Kita harus fokus pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial, pendidikan, dan teknologi.
Pikiranbangsa.co:
Tapi dalam kenyataannya, masih banyak praktik politik yang justru bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. Misalnya, politik identitas dan politik uang masih marak terjadi. Apa pandangan Bapak tentang ini?
Zulhas:
Betul, itu memang tantangan besar dalam demokrasi kita. Politik identitas sering digunakan untuk membelah masyarakat demi kepentingan elektoral. Ada pihak yang memainkan sentimen agama, etnis, atau kedaerahan untuk mendapatkan suara. Padahal, cara seperti itu hanya akan merusak persatuan kita sebagai bangsa.
Saya selalu menegaskan bahwa kita harus kembali ke politik yang sehat, yaitu politik gagasan dan kebijakan. Pemimpin yang baik itu bukan yang bisa mengadu domba, tetapi yang bisa menyatukan. Bukan yang sekadar menjual isu-isu populis, tapi yang benar-benar menawarkan solusi nyata bagi rakyat.
Selain itu, politik uang juga masih menjadi penyakit dalam demokrasi kita. Ini yang harus kita perangi bersama. Kalau politik hanya dijadikan alat transaksi, maka kebijakan yang dihasilkan bukan untuk rakyat, melainkan untuk mereka yang punya modal besar.
Pikiranbangsa.co:
Bagaimana caranya agar politik uang dan politik identitas bisa diminimalkan?
Zulhas:
Pertama, kita harus memperkuat pendidikan politik bagi masyarakat. Rakyat harus diberi pemahaman bahwa memilih pemimpin bukan soal siapa yang memberi uang atau siapa yang satu suku dan agamanya, tapi siapa yang punya visi terbaik untuk bangsa ini.
Kedua, partai politik harus berperan sebagai lembaga pendidikan politik. Jangan hanya aktif menjelang pemilu, tetapi harus terus mendidik kader-kadernya agar memahami nilai-nilai kebangsaan dan menjalankan politik yang bersih dan beretika.
Ketiga, penegakan hukum harus tegas. Jangan ada toleransi bagi praktik politik uang dan ujaran kebencian yang memecah belah bangsa. Jika ada yang melanggar, harus ditindak tanpa pandang bulu.
Pikiranbangsa.co:
Seberapa besar peran Pancasila dalam memperkuat politik kebangsaan?
Zulhas:
Sangat besar. Pancasila itu bukan hanya slogan, tapi harus menjadi pedoman dalam berpolitik. Setiap sila dalam Pancasila memberikan panduan bagi kita dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan kita untuk menjalankan politik yang berlandaskan moral dan etika. Jangan sampai agama dijadikan alat politik untuk kepentingan sesaat.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengajarkan bahwa politik harus mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. Jangan ada praktik politik yang menghalalkan segala cara.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengingatkan kita bahwa politik seharusnya menyatukan, bukan memecah belah.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menjadi dasar bagi demokrasi yang sehat, yaitu dengan musyawarah, bukan dengan saling menjatuhkan.
Dan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah tujuan akhir dari politik. Bukan hanya kesejahteraan untuk segelintir orang, tetapi keadilan bagi semua.
Pikiranbangsa.co:
Bagaimana dengan peran generasi muda dalam membangun politik berbasis kebangsaan?
Zulhas:
Generasi muda memiliki peran yang sangat penting. Politik masa depan ada di tangan mereka. Saya selalu mengajak anak-anak muda untuk tidak apatis terhadap politik. Jangan hanya jadi penonton, tapi ikut aktif dalam menentukan arah bangsa ini.
Gunakan media sosial untuk menyebarkan gagasan yang baik, bukan hoaks atau ujaran kebencian. Perbanyak diskusi, perkuat literasi politik, dan jangan mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan.
Saya ingin melihat lebih banyak anak muda yang terlibat dalam politik, baik sebagai pemilih yang kritis maupun sebagai pemimpin yang membawa perubahan. Jangan takut untuk berpolitik, karena politik itu bukan hanya tentang kekuasaan, tetapi tentang bagaimana kita bisa membuat perubahan untuk masyarakat.
Pikiranbangsa.co:
Terakhir, apa harapan Bapak untuk masa depan politik di Indonesia?
Zulhas:
Saya berharap politik di Indonesia semakin matang, semakin bersih, dan semakin mengutamakan kepentingan rakyat. Saya ingin melihat demokrasi yang lebih sehat, di mana perdebatan yang muncul adalah perdebatan gagasan, bukan perpecahan.
Saya juga berharap kita bisa melahirkan lebih banyak pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat, bukan hanya yang muncul saat pemilu lalu menghilang setelahnya.
Dan yang terpenting, saya ingin melihat Indonesia tetap bersatu. Kita boleh berbeda pilihan politik, tapi jangan sampai perbedaan itu membuat kita terpecah sebagai bangsa. Ingat, kita semua adalah Indonesia.
Pikiranbangsa.co:
Terima kasih atas waktunya, Pak Zulhas.
Zulhas:
Sama-sama. Mari kita jaga demokrasi ini dan terus perkuat politik berbasis kebangsaan!
Reporter: Azmi Junalia