Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Esai

Transformasi Budaya di Era Digital: Pengaruh Media Sosial terhadap Nilai dan Perilaku Masyarakat

×

Transformasi Budaya di Era Digital: Pengaruh Media Sosial terhadap Nilai dan Perilaku Masyarakat

Sebarkan artikel ini
Oplus_131072
Example 468x60


Oleh: M. Rifqi Saputro, Mahasiswa UIN Salatiga

Kemajuan teknologi digital dan arus globalisasi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat modern. Salah satu dampak paling signifikan terlihat pada ranah kebudayaan, terutama sejak media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube tidak lagi sekadar sarana komunikasi, melainkan telah menjelma menjadi ruang utama dalam membentuk pola pikir, nilai, dan perilaku masyarakat—terutama di kalangan generasi muda.

Example 300x600

Di era digital ini, setiap individu memiliki potensi menjadi pencipta sekaligus konsumen budaya. Penyebaran nilai, tren, dan opini berlangsung sangat cepat melalui media sosial. Konten-konten yang viral tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memengaruhi pembentukan opini publik serta menggeser struktur nilai yang sebelumnya dipegang teguh. Nilai-nilai tradisional seperti gotong royong, kesopanan, dan kesederhanaan perlahan tergantikan oleh budaya individualisme, konsumtivisme, dan pencitraan diri.

Pembentukan identitas individu pun kini banyak terjadi di dunia maya. Banyak anak muda membangun persona digital yang ideal demi mendapatkan pengakuan sosial dalam bentuk likes dan followers. Namun, kondisi ini memunculkan kecenderungan untuk berpura-pura atau menampilkan citra yang tidak autentik, yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan psikologis dan kecemasan dalam kehidupan nyata.

Selain itu, perubahan nilai sosial tampak dari bergesernya norma-norma perilaku. Hal-hal yang dahulu dianggap tidak pantas kini lebih mudah diterima publik karena sering muncul dalam konten digital. Gaya hidup hedonis, bahasa yang tidak santun, dan konten kontroversial sering kali dianggap wajar selama mampu menarik perhatian. Akibatnya, media sosial turut membentuk “normal baru” yang terkadang menyimpang dari nilai-nilai budaya bangsa.

Meski demikian, kehadiran media sosial juga membawa dampak positif. Platform ini menjadi sarana efektif dalam memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Konten yang menampilkan batik, kesenian tradisional, atau kuliner khas daerah kerap mendapat apresiasi luas, bahkan hingga ke mancanegara. Media sosial juga memberikan ruang ekspresi bagi kelompok yang selama ini terpinggirkan, seperti penyandang disabilitas dan komunitas adat.

Gerakan sosial seperti isu kesetaraan gender, keadilan lingkungan, dan hak asasi manusia pun menemukan ruang baru di media sosial, memungkinkan pesan-pesan tersebut menjangkau audiens yang lebih luas dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial dapat menjadi alat perjuangan sosial yang membawa perubahan progresif.

Namun, di sisi lain, budaya lokal tetap menghadapi ancaman dari maraknya konten digital yang bersifat dangkal dan sensasional. Banyak nilai budaya yang dieksploitasi hanya untuk hiburan, tanpa pemahaman mendalam terhadap maknanya. Praktik cultural appropriation atau pengambilan unsur budaya tanpa penghargaan terhadap asal-usulnya juga meningkat. Selain itu, algoritma media sosial sering memperkuat polarisasi opini, karena pengguna cenderung hanya terpapar informasi yang sejalan dengan pandangannya, sehingga mempersempit ruang dialog terbuka.

Untuk menghadapi tantangan ini, dibutuhkan langkah nyata dari berbagai pihak.
Pertama, peningkatan literasi digital sangat penting agar masyarakat mampu berpikir kritis, memilah informasi, dan memahami etika dalam bermedia.
Kedua, digitalisasi budaya lokal perlu diperkuat melalui kolaborasi antara pemerintah, komunitas kreatif, dan pelaku budaya agar warisan budaya tetap hidup dan relevan di era digital.
Ketiga, regulasi media sosial harus diperketat guna membatasi penyebaran informasi palsu, ujaran kebencian, serta konten yang merusak nilai budaya.

Dengan memperkuat kesadaran kolektif, kemampuan literasi digital, dan kerja sama lintas sektor, budaya Indonesia dapat terus tumbuh secara sehat di tengah derasnya arus globalisasi digital. Media sosial semestinya menjadi sarana untuk memperkuat identitas nasional dan melestarikan nilai-nilai luhur bangsa—bukan justru mengikisnya.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *