Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Curhat

Satu Suku Kata yang Mengubah Pagi

×

Satu Suku Kata yang Mengubah Pagi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Helmalia Kartika Candra Purnawati, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Fisika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS)

Gemuruh riuh menyelimuti isi kepala Candra saat ia melangkahkan kaki masuk ke Kelas XI-2. Bukan karena ia memiliki utang pada temannya, tetapi karena atmosfer ambisi yang terasa begitu pekat. Bangku kelas yang ia duduki dipenuhi para bintang kelas saat mereka duduk di kelas X dulu. Candra, yang selama ini hanya “belajar ketika ada PR”, merasa seperti butiran kerikil kecil yang terseret gravitasi hingga akhirnya berada di Kelas XI-2, kelas unggulan.

Example 300x600

Di sana ada Celine, yang jarinya menari lincah di atas kertas. Ada Boy, yang sudah mempersiapkan kelas XI dengan sangat matang. Dan ada Candra—yang dengan kepercayaan diri tinggi memilih duduk di barisan nomor dua dari depan, dengan harapan besar mampu mengikuti pembelajaran di kelas XI tanpa tertinggal.

Minder adalah nama belakang bagi Candra. Ia selalu membandingkan dirinya, selalu merasa kalah dari teman-temannya. Pembelajaran sudah memasuki minggu ketiga, dan ia hanya memahami absensi saja—mungkin hanya 5% dari semua materi yang tersampaikan.

Namun Candra tidak tinggal diam. Ia terus berusaha mencari cara agar bisa bertahan di Kelas XI-2 ini. Jika hanya berdiam diri, lalu untuk apa ia melanjutkan sekolah? Masa depannya harus jelas. Ia memiliki mimpi besar: menjadi guru. Maka, ia harus berjuang sekuat tenaga untuk menggapai mimpi itu.

Suatu siang saat jam istirahat, Candra memberanikan diri pergi ke ruang BK untuk mencari solusi agar ia bisa survive di kelas penuh bintang itu. Ia melakukan konseling dengan guru BK—bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Rasa minder yang begitu kuat membuatnya terus datang. Konseling berlangsung beberapa hari, hingga akhirnya Candra mulai bisa menerima keadaan. Rasa mindernya perlahan terikis.

Sejak saat itu, ia memiliki satu teman dekat bernama Boy. Boy adalah siswa laki-laki yang mempersiapkan setiap harinya dengan matang untuk mengikuti pembelajaran. Ia selalu ada di sisi Candra dalam keadaan apa pun. Boy menjadi penolong setiap kali Candra merasa kesulitan. Dari situlah Candra mulai merasa nyaman dan mampu bertahan di Kelas XI-2. Ia sudah mulai bisa mengikuti pelajaran guru—berkat keyakinan yang Boy tanamkan padanya bahwa apa yang ia jalani sekarang adalah jalan untuk meraih mimpinya.

Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu. Hingga akhirnya mereka naik ke kelas XII. Candra menjalani hari-harinya dengan baik, masih setia bersama sahabatnya yang selalu pergi ke mana pun berdua. Kelas XII adalah masa penentuan arah masa depan. Mereka ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, berkarier, dan menggapai asa serta cita yang sudah mereka rencanakan. Candra dan Boy memilih untuk mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri. Mereka mempersiapkan semuanya secara matang—belajar tanpa mengenal kata putus asa.

Waktu pendaftaran PTN pun tiba. Karena keduanya masuk daftar siswa eligible, mereka mendaftar melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) menggunakan nilai rapor. Perjuangan tak berhenti sampai di situ, karena sambil menunggu pengumuman, mereka mulai mempersiapkan diri untuk pendaftaran jalur tes.

Saat pengumuman SNBP tiba, layar menampilkan warna merah—tanda mereka tidak lolos. Rasa sedih dan kecewa tentu ada. Namun Candra tidak tenggelam dalam kesedihan. Ia tahu, masih ada hari esok dan masih banyak jalan menuju kesuksesan.

Hingga waktu seleksi PTN jalur tes tiba. Tes berlangsung satu hari, lalu mereka menunggu keputusan—keputusan yang mampu mengubah hidup, terasa hiperbolik memang, tetapi begitulah yang Candra rasakan. Sambil menunggu, mereka tetap berusaha dan berdoa. Hari demi hari berlalu dengan hati gelisah, sampai tibalah hari pengumuman seleksi jalur tes. Mereka membuka pengumuman bergantian. Dan akhirnya—mereka mendapat apa yang mereka harapkan. Keduanya lolos dan bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi impian.

Berkat dorongan dan semangat Boy, Candra melangkah satu langkah lebih dekat menuju mimpinya menjadi guru. Kini, rasa minder itu sudah hilang. Boy dan Candra sekarang sibuk dengan kegiatan masing-masing—berjalan di jalur masa depan yang sama-sama mereka perjuangkan.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Curhat

Oleh: Rizqiyya Salsabila Queenza, Murid Kelas VI SD…

Curhat

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga Di masa…