Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Gen-ZMimbar Mahasiswa

Etika Komunikasi dalam Menyatukan Kebebasan Ekspresi dengan Kepedulian Sosial

×

Etika Komunikasi dalam Menyatukan Kebebasan Ekspresi dengan Kepedulian Sosial

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Nur Fitri Yani, Mahasiswa KPI UIN Salatiga

Kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (2), serta didukung oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hak ini memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya tanpa rasa takut. Namun, di era digital, kebebasan ini sering berbenturan dengan isu etika dan tanggung jawab sosial, menimbulkan tantangan baru dalam membangun komunikasi yang harmonis.

Example 300x600

Di tengah perkembangan teknologi dan media sosial, ruang digital menjadi salah satu medium utama untuk berekspresi. Sayangnya, survei Microsoft Digital Civility Index pada 2020 menunjukkan bahwa perilaku tidak beretika masih sering ditemukan di Indonesia. Hampir separuh pengguna internet terlibat dalam tindakan yang kurang sopan, seperti ujaran kebencian atau penyebaran informasi palsu.

Etika komunikasi bertujuan untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan saling menghormati. Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, salah satu isu yang dibahas adalah fenomena *virtual fog*, yaitu perbedaan identitas antara dunia nyata dan dunia maya yang sering memunculkan perilaku tidak bertanggung jawab. Narasumber dari Kompas TV menekankan pentingnya menyebarkan konten yang positif dan memverifikasi informasi sebelum membagikannya untuk mencegah penyebaran hoaks.

Menyatukan Kebebasan Ekspresi dan Kepedulian Sosial

Pertama, kesedaran akan batasan. Kebebasan berekspresi bukan berarti kebebasan tanpa batas. Pemahaman akan regulasi seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) penting untuk menjaga keharmonisan sosial. Dalam webinar yang diadakan oleh Kemenkominfo, masyarakat diajak untuk bijak menggunakan media digital dengan memperhatikan hak orang lain dan menjaga komunikasi yang sopan dan santun.

Kedua, literasi digital. Peningkatan literasi digital menjadi salah satu solusi kunci untuk menyatukan kebebasan berekspresi dengan kepedulian sosial. Kemenkominfo bersama berbagai organisasi telah menggelar program edukasi untuk mengajarkan masyarakat agar mampu mengenali dan menyikapi konten negatif, sekaligus mendorong produksi konten yang membangun.

Ketiga, prinsip kepedulian sosial. Etika komunikasi di ruang digital juga menuntut kepedulian terhadap dampak sosial dari apa yang kita bagikan. Ini mencakup penghindaran ujaran kebencian, provokasi, atau diskriminasi, serta mendukung inklusivitas dan solidaritas di antara komunitas digital.

Tantangan dan Solusi

Meskipun regulasi telah ada, tantangan besar tetap muncul dalam implementasi. Masih banyak pengguna yang belum memahami atau bahkan mengabaikan etika digital. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum terhadap pelanggaran etika di dunia maya, sementara masyarakat didorong untuk lebih bertanggung jawab dalam menggunakan hak berekspresi mereka.

Kebebasan berekspresi dan kepedulian sosial bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan harus berjalan seiring. Dengan mempraktikkan etika komunikasi, masyarakat dapat menciptakan ruang digital yang inklusif, aman, dan produktif. Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komitmen bersama untuk membangun masa depan komunikasi yang lebih baik.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *