Oleh: Umi Ghozilah, M.Sos, Ibu Rumah Tangga, Generasi Milenial, Guru Planet Nufo generasi awal.
Generasi 90-an (Gen-Y dan Gen-Milenial) pasti tak asing dengan buku RPUL. RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) bergandengan dengan Atlas adalah buku saku yang semi wajib dimiliki oleh generasi 90-an semasa sekolah. Buku RPUL berisi kumpulan berbagai data, fakta, informasi dari sumber terpercaya mengenai pengetahuan tentang Indonesia dan dunia. Buku ini seperti ringkasan materi pelajaran yang diajarkan di sekolah seperti materi sejarah Indonesia, suku-suku di Indonesia, budaya, adat istiadat, jumlah benua, samudera, nama-nama negara dan pengetahuan umum lainnya.
Mengingat kenangan semasa SD, setiap kali ada event bazar buku di sekolah, para guru akan merekomendasikan siswa-siswi untuk membeli buku ini. Kami para murid akan menunjukkan selembar kertas berisi daftar buku yang dijual di bazar kepada orang tua untuk meminta uang untuk membeli buku RPUL. Tak mahal memang, tapi pengetahuan-pengetahuan umum dari RPUL yang saya baca saat SD masih menempel diingatan hingga kini.
Bagi generasi 90-an, buku RPUL bagai Google sakti. Ia menjadi penolong saat empunya kekurangan informasi sebab akses kepada internet saat itu masih sangat minim. Saat buku-buku bacaan terasa mahal dan tak terjangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, RPUL cukup informatif untuk level anak sekolah di zaman itu. Bisa dikatakan, buku RPUL adalah buku terpopuler bagi anak sekolahan generasi 90-an.
Kepopuleran buku RPUL sepertinya tak berlanjut sampai saat ini. Masifnya arus modernisasi menggerus kepopuleran itu, menggantinya dengan kemudahan dan efisiensi. Internet menyodorkan informasi dengan mudah sekali. Ketik satu kata, klik! Akan muncul berbagai informasi yang dibutuhkan dari banyak referensi. Lengkap. Tinggal pilih sesuai yang diinginkan.
Kehadiran internet dengan segala kecanggihannya seharusnya meningkatkan pengetahuan umum anak-anak sekolah.
Namun fenomena yang saat ini terjadi justru sebaliknya. Beberapa bulan lalu, viral konten tentang eksperimen sosial siswa yang gagap menjawab soal pengetahuan umum. Pertanyaan sederhana seperti kepanjangan MPR atau ibu kota provinsi Jawa Tengah tak bisa dijawab. Fenomena tersebut bukan hanya konten, saya mencoba eksperimen tebak pengetahuan umum kepada Gen Alpha (generasi yang lahir setelah tahun 2010 (2011-2025) lebih tepatnya anak-anak SD dan SMP di lingkungan desa saya. Pertanyaan saya sederhana, tentang ibu kota provinsi di Indonesia dan jumlah benua di dunia. Dari 20 siswa kelas 6 SD yang saya ajar, hanya 4-5 orang yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Dari fenomena tersebut, muncul pertanyaan, “bagian mana yang salah, sampai pengetahuan umum sederhana saja mereka tidak tahu?”. Menurut Martadi, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyebutkan beberapa penyebabnya. Pertama, ilmu pengetahuan umum tidak diajarkan oleh sekolah secara maksimal. Martadi menyinggung soal kurikulum merdeka yang sedang diterapkan di sekolah. Percampuran beberapa ilmu pengetahuan dalam satu tema membuat siswa kehilangan arah. Di sisi lain, guru kesulitan sebab tidak ada rujukan yang jelas. Penyebab kedua menurut Martadi adalah dihapuskannya ujian nasional. Saat ujian nasional menjadi standar kelulusan di seluruh sekolah di Indonesia, siswa dituntun belajar secara intensif untuk melampaui nilai minimal untuk lulus. Namun saat ujian nasional dihapuskan, sekolah-sekolah di Indonesia membuat standar kelulusan sendiri-sendiri.
Masalah lain adalah sekolah-sekolah menetapkan nilai yang tinggi untuk semua siswanya agar bisa lolos ke jenjang berikutnya. Hal ini menjadikan sekolah tidak autentik, kata Martadi. Beberapa sekolah jadi berpikir pragmatis dan hanya memikirkan cara agar siswanya lolos ke perguruan tinggi impian, sehingga mengabaikan cara-cara edukatif.
Kurangnya pengetahuan umum di kalangan Gen Alpha dapat berdampak negatif pada segala aspek kehidupan di masa depan. Dari sisi kehidupan sosial, kurangnya pengetahuan umum bisa melunturkan cinta tanah air sehingga bisa memicu perpecahan di masyarakat akibat kebencian dan prasangka yang muncul.
Yang lebih parah, dari sisi ekonomi, kurangnya pengetahuan umum bisa membuat manusia terjebak dalam lingkaran kemiskinan, sebab untuk mendapat pekerjaan yang layak perlu kemampuan dan pengetahuan. Maka dari itu, masalah ini perlu segera ditangani dengan serius. Sebab ini berkaitan dengan identitas dan keberlangsungan bangsa Indonesia.
Pengadaan buku RPUL di sekolah-sekolah adalah salah satu cara tradisional yang perlu dicoba sebab pernah berjayaSS di masa lalu. Siswa diwajibkan lagi menghafal pengetahuan umum yang sudah diringkas dalam buku RPUL. Memang sistem pembelajaran yang kurang menarik bagi Gen Alpha, namun tetap perlu dicoba untuk tahu hasilnya. Solusi kedua yang ingin saya tawarkan adalah digitalisasi buku RPUL atau kontenisasi isi buku RPUL dengan video dan gambar yang menarik.
Gen Alpha adalah generasi yang sudah terpapar gadget sejak bayi. Keterikatan itu perlu dimanfaatkan untuk tujuan edukasi. Tentu ini perlu didukung dari berbagai sisi, sekolah yang menyodorkan materi pembelajaran, orang tua di rumah yang memotivasi anak untuk giat belajar, para konten creator yang berinovasi, dan puncaknya pemerintah yang membuat kebijakan. Semua harus bahu membahu agar generasi emas di masa mendapat dapat diwujudkan. Wallahu a’lami bi al-shawwab.