Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
CurhatGen-Z

Jadwal Padat dan Hati Kosong

×

Jadwal Padat dan Hati Kosong

Sebarkan artikel ini
Oplus 131072
Oplus_131072
Example 468x60


Oleh: Husnul Ismawati Shaffrina Auliya, Mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Salatiga

Hati kosong di era Gen Z itu kadang rasanya campur aduk, kesepian, bingung, tapi juga terjebak dalam keinginan yang sulit dijelaskan. Ada rasa ingin punya “someone” atau seseorang yang benar-benar hadir, bukan sekadar ada di list chat, tapi benar-benar memahami tanpa harus selalu bicara. Tapi di sisi lain, ada rasa takut. Takut kalau terlalu berharap, akhirnya malah kecewa. Takut kalau membuka hati, malah terluka.

Example 300x600

Di zaman ini, semua orang terlihat sibuk mengejar mimpi, atau validasi, sampai terkadang lupa untuk benar-benar saling melihat. Hubungan jadi terasa serba cepat, chatting, ghosting, selesai. Padahal, hati cuma ingin satu hal: tempat untuk merasa pulang. Tempat di mana kamu nggak perlu selalu jadi versi terbaik, nggak harus punya pencapaian baru, atau berpura-pura bahagia. Hanya ingin ada seseorang yang benar-benar tinggal, meski dunia di luar terus berubah.

Tapi yang kadang terlupa, keinginan itu sering kali datang tanpa diawali oleh kehadiran diri sendiri. Sebelum punya “someone“, mungkin hati perlu bertanya, “Apakah aku sudah cukup menjadi tempat yang nyaman untuk diriku sendiri?” Karena mungkin, ketika kita mulai memeluk hati kita yang kosong, “someone” itu akan datang di saat yang tepat, bukan sebagai pelengkap, tapi sebagai teman perjalanan.

Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku punya waktu untuk diriku sendiri, apalagi menghabiskan waktu bersama seseorang yang spesial. Setiap hari terasa seperti perlombaan tanpa akhir. Kelas di pagi hari, rapat diadakan di sore hari, kerja paruh waktu di sore hari, dan pekerjaan rumah yang menumpuk di malam hari. Hanya dalam satu hari, aku merasa harus menjadi seorang mahasiswa ideal, aktif dalam organisasi, menjadi karyawan profesional, dan menjadi anak yang tak lupa bercerita kepada keluarga dan teman-temannya.

Terkadang aku bertanya-tanya, “Apa sebenarnya tujuan semua ini?” Aku sibuk mengejar impianku, namun di dalam hatiku ada kekosongan yang tidak bisa kuisi dengan gelar, pengalaman kerja, atau nilai A di transkrip nilaiku.

Ada kalanya aku iri pada teman yang punya pasangan. Mereka tampak bahagia, saling mendukung, dan memiliki tempat yang bisa disebut rumah. Tapi aku selalu menenangkan diri dengan berkata, “Nanti juga ada waktunya, seperti mereka.”

Aku masih memiliki banyak pekerjaan dan tugas kuliah yang harus diselesaikan. Namun kenyataannya aku sering merasa kesepian. Di tengah keramaian kampus, rapat organisasi, atau diskusi kelompok, ada perasaan sepi yang tak henti-hentinya.

Aku tahu aku tidak sendirian dalam hal ini; banyak orang sezaman denganku yang merasakan hal yang sama. Kita adalah generasi yang ambis, aku tidak menyalahkan siapa pun.

Aku hanya ingin berbagi bahwa Generasi Z di era ambisius ini tidak hanya selalu soal cinta dan prestasi. Ada rasa penat yang tak kasat mata, hati hampa yang tak bisa terisi, dan rasa rindu pada seseorang yang benar-benar peduli padaku. Mungkin suatu saat nanti aku akan mengerti bahwa hidup bukan sekadar aktivitas atau prestasi.

Mungkin nanti aku akan menemukan seseorang yang bisa mengisi kekosongan itu tanpa membuatku merasa kehilangan diriku sendiri. Tapi untuk saat ini, aku hanya berharap bisa menemukan keseimbangan antara mengejar mimpi dan menemukan orang untuk mengisi kekosongan hatiku.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Curhat

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga Di masa…

Gen-Z

Kecemasan tibaMembawa kecemasan tak terhinggaPerlahan membuatku sakit jiwaPerlahan…