PikiranBangsa.co – Di bawah sinar rembulan purnama pada 11 Agustus 2025, halaman Masjid Al-Amin Dusun Jaten tampak ramai oleh warga yang berkumpul dalam suasana penuh kehangatan. Tanpa kursi, hanya beralaskan tikar dan dilengkapi panggung sederhana di depan masjid, tradisi selapanan malam itu terasa kental dengan nuansa kebersamaan. Momen ini menjadi istimewa karena bertepatan dengan bulan kemerdekaan Indonesia, di mana KKN MIT 121 UIN Walisongo Semarang turut menghidupkan semangat perjuangan melalui kegiatan keagamaan dan silaturahmi.
Acara dibuka dengan penuh kehangatan oleh Neneng Khaerunisa, anggota KKN MIT 121 UIN Walisongo Semarang, yang bertugas sebagai pembawa acara. Dengan ramah, Neneng memandu jalannya kegiatan dari awal hingga akhir.
Acara dilanjut dengan tahlil yang dipimpin oleh Bapak M. Amin, diikuti khidmat oleh seluruh jamaah jama’ah. Setelah itu, Bapak Daldiri selaku Ketua RW menyampaikan sambutan. Beliau menekankan pentingnya memaknai kemerdekaan bukan hanya sebagai peringatan tahunan, tetapi juga sebagai momentum untuk memperkuat persatuan dan memperbaiki kualitas diri serta lingkungan.
Memasuki acara inti, Pak Kyai Abdul Wahid Al-Munawwir, S.Pd. menyampaikan mau‘idzah hasanah dengan bahasa yang mengalir dan mudah dipahami. Diiringi lantunan shalawat dari grup hadrah An-Nur Jaten, beliau membawakan materi yang mengangkat tema “syarful qoryah, bisyarufi ahliha” kemuliaan sebuah kampung, salah satu sebabnya adalah kebaikan penduduknya.
Kyai Abdul Wahid menekankan pentingnya memiliki warga yang benar dan pintar. Menurutnya, “orang benar tapi tidak pintar masih lebih mudah diarahkan daripada orang pintar tapi tidak benar. Sebab kalau orang pintar tapi tidak benar, kampung tidak akan tentram.
Bwliau juga mengingatkan bahwa kemakmuran suatu masyarakat bisa dilihat dari kemakmuran masjidnya. Laly beliau menjelaskan tiga jenis hati manusia: qalbun mayyit (hati mati), qalbun mariidun (hati sakit, dipenuhi iri), dan qalbun salim (hati selamat yang senantiasa senang dalam berbuat kebaikan tanpa harus disuruh). “Jika ingin memperbaiki masyarakat, mulailah dari memperbaiki hati terlebih dahulu,” pesannya. Tak lupa, beliau mengingatkan pentingnya bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, tanpa iri pada rezeki orang lain. Menurutnya, setiap rezeki sudah memiliki takarannya masing-masing.
Dalam tausiyahnya, beliau sempat menyinggung ciri wanita yang dirindukan surga, yakni wanita yang tidak bisa tidur jika masih punya kesalahan pada suaminya, hingga memohon maaf sebelum beristirahat. Teladan ini diambil dari kisah Sayyidah Fatimah, putri Rasulullah ﷺ.
Menjelang peringatan HUT RI ke-80, beliau menyarankan jama’ah untuk membaca ayat kursi tiga kali dan surat Al-Insyirah pada malam tirakatan atau malam 17 Agustus sebagai bentuk do’a dan harapan kebaikan bangsa. Suasana semakin hidup ketika beliau menyelipkan syi’ir “Atine Becik” yang dibawakan dengan nada lembut namun mengena di hati.
Seno, selaku koordinator desa memberikan pandangan singkat tentang pentingnya menjaga persatuan kampung. Ia menegaskan bahwa kerukunan dan saling menghormati adalah kunci bagi Jaten untuk tetap damai dan sejahtera.
Acara ditutup dengan mahallul qiyam, di mana seluruh jamaah berdiri dengan penuh khidmat melantunkan shalawat, mengharap keberkahan dan rahmat Allah. Rembulan purnama menjadi saksi, bahwa malam itu bukan sekadar rutinitas selapanan, tetapi juga momentum untuk mempererat silaturahmi, memperkuat iman, dan menyalakan kembali semangat kemerdekaan di hati setiap warga.
Bagi KKN MIT 121 UIN Walisongo, kegiatan ini menjadi salah satu bentuk pengabdian nyata kepada masyarakat, sekaligus sarana untuk belajar langsung dari kearifan lokal dan nilai-nilai kebersamaan yang masih terjaga di Dusun Jaten.
Penulis: Sayyida Roychana Salma_Koordinator Divisi Pendidikan dan Keagamaan