Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Politik Lentur PAN di Bawah Kepemimpinan Zulkifli Hasan

×

Politik Lentur PAN di Bawah Kepemimpinan Zulkifli Hasan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan salah satu anak kandung reformasi 1998 yang lahir dengan semangat besar membawa perubahan, mengusung aspirasi umat, dan memperjuangkan demokrasi yang bersih. Namun perjalanan panjang partai ini, terutama di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, menunjukkan betapa idealisme politik kerap diuji oleh kenyataan keras dunia kekuasaan.

Zulhas, sapaan akrab Ketua Umum PAN, adalah figur yang berhasil membawa partai ini tetap hidup dan relevan. Meskipun tak jarang harus menempuh jalan pragmatis yang penuh kompromi. PAN di bawahnya bisa disebut sebagai partai yang lentur, adaptif, dan pandai membaca arah angin politik. Tetapi pada saat yang sama, kelenturan itu menimbulkan pertanyaan, apakah partai ini masih konsisten dengan cita-cita awalnya, ataukah sekadar bertahan agar tetap mendapat kursi di panggung nasional?

Example 300x600

Zulhas adalah politisi kawakan yang kenyang pengalaman. Ia pernah menjadi Menteri Kehutanan, Ketua MPR, Menteri Perdagangan, dan kini dipercaya sebagai Menko Pangan di kabinet Presiden Prabowo. Jejak karier itu membuatnya paham betul bagaimana mesin kekuasaan bekerja, bagaimana birokrasi bergerak, dan bagaimana strategi politik dijalankan.

Sebagai Ketua Umum PAN, ia sudah dua kali menang dalam kongres, mengalahkan tokoh-tokoh besar lain, dan itu membuktikan kemampuannya membangun koalisi internal. Namun kemampuan bertahan di internal partai bukanlah ukuran tunggal dari keberhasilan seorang pemimpin partai. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana PAN dilihat oleh publik, apakah sebagai partai yang membawa harapan baru atau sekadar pelengkap dalam koalisi pemerintah.

Dalam kepemimpinannya, PAN memang tidak pernah benar-benar menjadi partai oposisi yang keras. Ia lebih sering memilih jalan moderat, menempatkan diri di sisi pemerintah, dan bahkan pada periode terakhir, mengambil bagian penting dalam kabinet. Dengan strategi itu, PAN mendapat posisi menteri, mendapat akses kekuasaan, dan memastikan dirinya tetap masuk dalam hitungan ketika koalisi besar dibicarakan.

Di satu sisi, strategi ini membuat PAN tetap diperhitungkan dan kader-kadernya punya ruang aktualisasi. Namun di sisi lain, pilihan pragmatis ini sering dianggap publik sebagai bukti bahwa PAN telah kehilangan warna ideologisnya. Partai yang dulu membawa idealisme reformasi kini lebih dikenal sebagai partai yang ahli mencari tempat aman di tengah riuhnya perebutan kursi kekuasaan.

Zulhas sendiri menunjukkan dua wajah politik. Di satu sisi ia bisa tampil sebagai birokrat serius yang fokus bekerja, misalnya ketika berhasil menjaga surplus neraca perdagangan saat menjadi Menteri Perdagangan, atau kini saat mengawal program swasembada pangan dan koperasi desa. Di sisi lain, ia juga bisa terjebak dalam kontroversi, entah karena pernyataannya yang dinilai sensitif, kebijakan yang dianggap lebih berpihak kepada elit ekonomi, atau tindakannya yang dipandang terlalu kental dengan nuansa politik praktis, seperti ketika minyak goreng murah dipakai dalam acara yang sekaligus mendukung pencalonan keluarganya. Dua wajah itu mencerminkan dilema politik Indonesia. Bekerja untuk rakyat sekaligus menjaga posisi politik bukanlah hal yang mudah dipisahkan, dan sering kali justru menimbulkan benturan kepentingan yang sulit dihindari.

Di bawah Zulhas, PAN juga menghadapi tantangan citra. Ia sering mengingatkan kadernya untuk rendah hati, tidak pamer, dan peka terhadap kritik masyarakat. Peringatan itu tentu bagus, tetapi sulit menepis kenyataan bahwa masih ada kader PAN yang tersangkut kasus, ada pula yang dituding bermain dalam anggaran daerah. Tekanan publik agar Zulhas bertindak tegas selalu hadir, sebab publik menilai pemimpin partai punya tanggung jawab moral untuk membersihkan internalnya. Jika PAN ingin tetap dipercaya publik, Zulhas harus memastikan bahwa partainya tidak hanya pandai mengambil posisi politik di pusat kekuasaan, tetapi juga berani menegakkan etika dan disiplin di akar rumput.

Meski begitu, harus diakui bahwa kepemimpinan Zulhas memberi bukti bahwa PAN mampu bertahan dalam iklim politik yang keras. Di tengah munculnya partai-partai baru dan persaingan elektoral yang ketat, PAN masih bisa menjaga kursi di parlemen dan tetap relevan. Itu adalah capaian yang tidak kecil. Namun pertanyaannya, apakah bertahan saja cukup? Rakyat tentu menuntut lebih dari sekadar eksistensi. Mereka ingin partai yang berpihak pada petani, nelayan, kelas pekerja, dan seluruh kelompok yang butuh keadilan sosial.

Zulhas yang kini sebagai Menko Pangan, punya peluang besar menjadikan PAN sebagai partai yang konsisten memperjuangkan isu pangan, koperasi, dan ekonomi kerakyatan. Jika itu dijalankan dengan serius, PAN bisa menemukan kembali jati dirinya dan tidak hanya dikenal sebagai partai yang lentur, tetapi juga partai yang berakar kuat pada kebutuhan rakyat.

Kepemimpinan Zulhas di PAN adalah potret politik Indonesia yang penuh kompromi. Ia pandai menjaga keseimbangan antara partai dan kekuasaan, tetapi sering kehilangan daya pukau ideologis. PAN memang masih ada, masih punya kursi, masih punya menteri, tetapi untuk benar-benar menjadi partai yang berarti bagi rakyat, Zulhas harus melangkah lebih jauh dari sekadar pragmatisme.

Ia harus mengembalikan PAN pada semangat awal reformasi, yaitu partai yang berdiri untuk perubahan, bukan hanya partai yang berdiri agar tetap berada di lingkaran kekuasaan. Jika Zulhas berani mengambil langkah itu, mungkin sejarah akan menempatkannya bukan hanya sebagai ketua umum yang ahli bertahan, tetapi juga sebagai pemimpin yang berhasil menghidupkan kembali ruh perjuangan partainya.

Oleh: Ahmad Wildan

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *