Bunda, aku di sini…
Aku masih sama kala berkata dengan tak senang hati
Aku anak kecil itu yang ke mana-mana masih jatuh dan olehmu dibantu berdiri
Seringnya aku melamun saat larutnya mentari
Bunda, jikalau aku degil sekarang ini
itu karna aku merindumu sekali
Jauh dari ucapanku yang mungkin menusuk sanubari
Ingin aku selamanya ada didalam dekapmu yang penuh kehangatan
Mengusir gelisah akan buana yang penuh kebohongan
Bunda, bukan aku tak sayang karena beberapa kali mengabaikan pesanmu
Aku hanya merasa sakit mengetahui aku tak lagi sesering itu dibelai kepalanya oleh tangan lembutmu
Aku merasa dilematis akan komunikasi buruk yang terbangun itu
Tapi bunda, aku selalu menanti untuk mengulangi smara manis di masa lalu
Bunda, nanti kita bertemu lagi di waktu yang tepat dan pelukan yang hangat
ya…
(Salatiga untuk Jepara, pada riuhnya hirui piruk minimnya interaksi, dan rintangan didalam kota yang bukan tempat lahir)
Oleh: Selviana Safitri, Mahasiswa UIN Salatiga