Katamu, dewasa itu menyenangkan, bukan?
Dewasa yang juara dalam adu mulut dengan adik tingkat?
Dewasa yang menang dalam persaingan usia?
Atau dewasa yang selalu mendapat tahta terdepan?
Namun, bolehkah aku bertanya?
Apakah benar bentuk dewasa seperti yang tertulis di bait pertama?
Apakah dewasa harus selalu tentang usia yang lebih tua?
Apakah seperti itu wujudnya, Tuan?
Aku bertanya karena aku bosan hidup monoton—monokrom tanpa warna.
Aku bertanya karena aku ingin tahu bentuk sebenarnya dewasa.
Aku takut tak sanggup menyelami kedalamannya.
Bukan soal pengecut atau munafik,
melainkan merancang diri untuk menghadapi perkembangan zaman
Aku rasa, dewasa itu rumit untuk dijelaskan.
Dewasa yang sesungguhnya,
bukan soal bertambah usia di hitungan,
atau yang selalu menang dalam persaingan.
Namun, dewasa, bagiku, ialah
Tentang bagaimana kau menghadapi hidup dengan matang.
Kau yang sekarang lebih bisa menerima, bahwa
semua hal belum tentu bisa berjalan sesuai prediksi kita.
Banyak kejutan yang tak terduga di luar rencana.
Dan kau, menang dengan kondisi tenang dalam menyikapinya
Dewasa, perspektifku, ialah
Jika benar kau dewasa, pasti
Kau lebih memilih “peace of mind” daripada drama kehidupan.
Terkadang, hidup terlalu banyak episode yang mengenaskan.
Sehingga kita terjebak di dalamnya dan tidak mengalami kemajuan.
Jika dulu kau sering terlibat dalam suatu omong kosong, lalu
terjerumus pada argumen yang tidak penting,
Menyambut kritik yang bukan membangun,
Tapi meruntuhkan mental secara perlahan.
Saat itu juga kau sadari, bahwa semua itu terasa sumpek bagi kita.
Menguras waktu, menghabiskan tenaga.
Dulu, kau pemberontak bagi para penasehat,
kini kau lebih memilih sunyi, diam penuh makna,
Dan mengevaluasi diri dengan bijaksana.
Tak usah membandingkan dirimu dengan yang lain.
Dirimu butuh apresiasi yang menyalurkan hal positif pada jiwa dan raga
Andai hal :
Kau menikmati perahu yang berlayar dengan sangat damai,
dan dalam syahdunya kau membelah ombak yang sedang beradu.
Begitu juga dengan cara berpikir manusia yang waras.
Dia akan damai dengan dirinya, walaupun pikiran sedang diadu oleh keramaian dunia.
Sebab, ia benar benar dapat menguasai ketenangan pikirannya.
Dewasalah pada dirimu terlebih dahulu.
Penuhi tugas dan tanggung jawab terhadap jiwa dan ragamu.
Kau perlu tahu mana yang diprioritaskan lebih dulu.
Jika kau butuh meditasi untuk memutuskan arah, maka lakukanlah
Akan kau sadari bahwa setiap keputusan yang kau ambil, pasti ada konsekuensi yang mengikuti.
Maka, kau harus siap dengan suntuknya celotehan dunia ini.
Aku, kau, dan kita bisa menua dengan dewasa.
Bukan hanya sekedar soal usia, tetapi
bentuk kontribusi kita dalam wujud nyata.
Ini perspektif dewasa versiku, bagaimana versimu?
Oleh: Siti Aulia Nailal H. A, Santri-Murid Planet Nufo Rembang