Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Mimbar Mahasiswa

Demokrasi yang Tertinggal: Potret Ketimpangan Partisipasi di Masyarakat Desa

×

Demokrasi yang Tertinggal: Potret Ketimpangan Partisipasi di Masyarakat Desa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Muhammad Rukhul Qisthi, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga

Dalam kehidupan saya di masyarakat, saya melihat bahwa prinsip-prinsip demokrasi tidak selalu diterapkan secara utuh. Beberapa hal yang saya catat menunjukkan bahwa demokrasi masih sebatas prosedur, namun belum menyentuh substansinya.

Example 300x600

Pertama, kurangnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan menjadi masalah utama. Dalam hal pengelolaan desa, misalnya pada alokasi dana desa, keputusan sering kali hanya melibatkan segelintir orang yang dianggap memiliki pengaruh. Orang-orang ini cenderung menguasai proses politik, sementara masyarakat lainnya hanya mengikuti tanpa memahami secara mendalam kebijakan yang sedang dijalankan.

Kedua, terdapat minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran desa. Salah satu contoh nyata adalah proyek pembangunan yang menggunakan material berkualitas rendah demi menekan biaya. Akibatnya, hasil pembangunan menjadi kurang kokoh dan tidak tahan lama. Ketidakjelasan ini menimbulkan kesulitan bagi warga dalam mengawasi penggunaan dana secara akuntabel, yang seharusnya ditujukan untuk kepentingan bersama.

Ketiga, rendahnya pendidikan politik di masyarakat juga memengaruhi kualitas demokrasi. Saat pemilu, banyak warga yang kurang antusias menggunakan hak pilihnya. Kurangnya pemahaman akan pentingnya suara mereka dalam menentukan arah kebijakan menyebabkan partisipasi politik menjadi lemah. Bahkan, sebagian warga hanya datang ke TPS karena adanya “serangan fajar” atau pemberian uang dari calon tertentu, yang menunjukkan bahwa orientasi politik masih bersifat transaksional, bukan berdasarkan kesadaran.

Keempat, budaya feodal yang masih kuat turut melemahkan demokrasi. Dalam struktur sosial desa, masih ada kecenderungan untuk patuh pada tokoh masyarakat atau aparat desa tanpa banyak bertanya atau bersikap kritis. Misalnya, saat pak RT menyampaikan suatu keputusan, warga sering kali langsung menerimanya tanpa diskusi lebih lanjut. Sikap ini membuat proses pengambilan keputusan menjadi tidak partisipatif karena suara warga biasa jarang terdengar atau dianggap penting.

Kelima, kebebasan berpendapat dan partisipasi setara masih menjadi tantangan. Dalam musyawarah desa, sering terjadi situasi di mana seseorang memiliki ide atau usulan, namun tidak berani menyampaikannya karena takut tidak didukung. Setelah musyawarah selesai, barulah ia menyampaikan ketidaksetujuannya secara diam-diam. Ini menunjukkan adanya hambatan psikologis dan sosial yang membuat ruang berpendapat tidak sepenuhnya aman atau inklusif.

Dari pengalaman ini, saya menyimpulkan bahwa meskipun prosedur demokrasi seperti musyawarah dan pemilu telah dilaksanakan, nilai-nilai dasarnya—seperti partisipasi aktif, transparansi, dan kebebasan berpendapat—belum sepenuhnya terwujud. Demokrasi sejati menuntut keterlibatan yang setara dari seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya formalitas yang dijalankan oleh segelintir orang.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *