Oleh: Nawwaf Absyar Rajabi, Santri-Murid Kelas VIII SMP Alam Nurul Furqon Rembang
Suasana malam itu sunyi. Hujan gerimis turun membasahi halaman rumah Pak Darma. Lampu di ruang tamu menyala, memancarkan cahaya hangat keluar lewat jendela yang sedikit terbuka. Pak Darma duduk di kursi kayu usang, menikmati secangkir kopi sambil membaca koran.Tiba-tiba, suara ketukan terdengar dari pintu depan. Ketukan itu pelan, hampir tak terdengar di tengah suara hujan. Pak Darma meletakkan korannya dan berjalan menuju pintu, merasa aneh karena jarang ada tamu datang malam-malam seperti ini.
Saat pintu dibuka, terlihat seorang pria asing berdiri di ambang pintu. Wajahnya tirus, dengan rambut basah karena hujan. Pakaiannya lusuh, seperti sudah berhari-hari tidak diganti.
“Maaf, Pak. Bolehkah saya berteduh sebentar? Hujan deras sekali,” ucap pria itu dengan suara serak.
Pak Darma ragu sejenak. Rumahnya berada di pinggiran desa, jauh dari pemukiman lain, sehingga tamu tak diundang jarang mampir. Namun, rasa belas kasihan membuatnya mengangguk.
“Silakan masuk,” kata Pak Drama, mempersilakan pria itu masuk ke dalam rumah.
Pria itu tersenyum tipis, lalu melangkah masuk. Ia langsung duduk di salah satu kursi tanpa menunggu dipersilakan lebih lanjut. Pak Darma menatapnya sekilas, kemudian kembali ke kursinya sambil terus memperhatikan gerak-gerik pria itu.
“Anda dari mana?” tanya Pak Darma akhirnya, ingin tahu siapa pria ini.
Pria itu tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, matanya tampak kosong. Setelah beberapa detik, ia akhirnya berkata, “Dari jauh, sangat jauh.”
Jawaban itu membuat Pak Darma semakin curiga, namun ia mencoba menepis pikirannya. Mungkin pria ini hanya orang tersesat.
Hening kembali menguasai ruangan. Hanya suara gerimis yang terdengar di luar.Tiba-tiba, pria itu berdiri. Gerakannya cepat dan tak terduga, membuat Pak Darma terkejut. Dengan tangan gemetar, pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah pisau kecil berkilau terkena cahaya lampu.
Pak Darma merasakan tubuhnya membeku. Ia tidak bisa bergerak, hanya mampu menatap pisau itu dengan napas tertahan.
“Aku… aku tidak punya pilihan,” gumam pria itu, suara nya bergetar.
“Aku butuh uang.”
Ketegangan membungkus udara dalam ruangan. Pak Darma berusaha mengendalikan dirinya.
“Duduklah. Kita bisa bicarakan ini.”
Namun, pria itu tidak mendengarkan. Ia melangkah maju, mendekati Pak Darma dengan pisau yang terangkat. Detik-detik terasa seperti jam, hingga tiba-tiba…Suara sirine polisi terdengar di kejauhan, semakin mendekat. Pria itu terdiam, lalu berbalik dan melarikan diri keluar pintu tanpa berkata apa-apa lagi. Hujan semakin deras saat Pak Darma berlari menutup pintu, jantungnya masih berdebar kencang.
Tamu tak diundang itu hilang dalam gelap malam.
Tentang Penulis
Nawwaf Absyar Rajabi, atau sering dipanggil Nawwaf adalah seorang Introvert yang periang yang suka sekali ngebaca novel sambil tengkurep, ia juga senang menonton anime apa aja (Yang penting seru). Cerpen Bayangan Di Malam Hujan adalah hasil kegabutannya di dalam kamar. Penulis yang sedang menunggu buku pertamanya terbit ini bisa dihubungi melalui akun @raysba876